Nasionalisme, Cinta, dan Kemurnian Etnik: Pertentangan Adat dalam Novel-novel Pasca-Kemerdekaan

Abstract

Tulisan ini mengetengahkan ihwal pertentangan adat dalam Raumanen karya Marianne Katoppo dan Memang Jodoh karya Marah Rusli. Meskipun pidato Proklamasi (1945) Sukarno-Hatta dianggap sebagai momentum peleburan pelbagai etnis di Nusantara dalam sebuah komunitas bernama Indonesia, rupanya konflik primordial khas novel Balai Pustaka terebut tidak lantas dapat didamaikan begitu saja. Jamak masyarakat Indonesia masih memegang teguh nilai dan susila primordial sehingga integrasi menjadi pekerjaan rumah yang senantiasa menantang dan tak kunjung usai. Tulisan ini bertendensi untuk mengungkapkan persoalan kolosal, yakni pernikahan (baca: percintaan) dengan latar belakang perbedaan adat dalam novel-novel pasca-kemerdekaan sebagai representasi dari gamangnya situasi integritas kebangsaan Indonesia. Raumanen dan Memang Jodoh sebagai objek material penelitian akan dibahas untuk melacak bagaimana pernikahan beda adat menjadi gambaran riil seputar dinamika kebangsaan kiwari. Dengan menggunakan kerangka konseptual ala Swingewood, tulisan ini menyimpulkan Raumanen menggambarkan kehidupan sosial masyarakat yang berbeda suku berpotensi menghilangkan garis keturunan suatu bangsa melalui pernikahan beda adat. Sedangkan Memang Jodoh menceritakan pernikahan yang dilatari perbedaan suku harus ditebus dengan hilangnya previlise aristokrat tradisional. Namun pengorbanan tersebut dianggap sepadan karena lembaga pernikahan adalah tentang kebahagiaan batin pelakunya.