Kontrak Kerjasama Penggarapan Lahan Kayu Putih Perspektif Fiqh Muzara’ah (Studi Kasus Perum Perhutani KPH Madiun Dan Petani LMPSDH Sido Luhur Desa Kaponan Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo)

Abstract

In the village of Kaponan, Mlarak, Ponorogo, Not all people who farm have their own agricultural land  There are several farmers who do not have their own land, collaborating with parties who have a lot of land to carry out agricultural activities. Some of the community members manage the land belonging to the KPH Madiun (Kesatuan Pengelolaan Hutan). At first the collaboration took place verbally, but along with the times, agreements were made in writing to facilitate arrangements. So that the amendment to this agreement raises several opinions, there are parties who think that verbally agreements are more suitable to be applied and there are also parties who think that written agreements are more suitable. Based on the description above, the researcher used two problem formulations in this study. (1) How is the application of Islamic agreement principles in the eucalyptus land cultivation cooperation contract between Perum Perhutani KPH Madiun and LMPSDH Sido Luhur Kaponan, Mlarak, Ponorogo according to Fiqh Muzara’ah. (2) How is the clause of the cooperation contract for the cultivation of eucalyptus land between Perum Perhutani KPH Madiun and LMPSDH Sido Luhur Kaponan, Mlarak, Ponorogo Regency according to Fiqh Muzara’ah. According to the type, this research includes field research using qualitative methods. While the data collection techniques used are observation, interviews and documentation. The analysis used is the inductive method, which is a method that emphasizes previous observations, then draws conclusions based on these observations. From the results of this study it can be concluded that what is more appropriate in the application of the principles of Islamic agreement is when this agreement is made verbally. Because all parties have implemented all the principles of Islamic agreement, there are only two principles of Islamic agreement that have not been implemented. While the level of validity in the application of fiqh Muzara’ah refers to an agreement that occurs in writing, because the pillars and requirements of Muzara’ah have been fulfilled in their entirety.Di Desa Kaponan, Mlarak, Ponorogo tidak semua masyarakat yang bertani memiliki lahan pertanian sendiri Ada beberapa petani yang tidak memiliki lahan sendiri, bekerjasama dengan pihak-pihak yang memiliki banyak lahan untuk melakukan kegiatan pertanian. Beberapa anggota masyarakat mengelola tanah milik KPH Madiun (Kesatuan Pengelolaan Hutan). Pada awalnya kolaborasi berlangsung secara lisan, namun seiring dengan perkembangan zaman, dibuat kesepakatan secara tertulis untuk memudahkan pengaturan. Sehingga amandemen perjanjian ini menimbulkan beberapa pendapat, ada pihak yang menganggap perjanjian lisan lebih cocok untuk diterapkan dan ada juga pihak yang menganggap perjanjian tertulis lebih cocok. Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan dua rumusan masalah dalam penelitian ini. (1) Bagaimana penerapan prinsip-prinsip akad Islam dalam kontrak kerja sama pengelolaan lahan kayu putih antara Perum Perhutani KPH Madiun dengan LMPSDH Sido Luhur Kaponan, Mlarak, Ponorogo menurut Fiqh Muzara'ah. (2) Bagaimana klausul kontrak kerja sama penanaman lahan kayu putih antara Perum Perhutani KPH Madiun dengan LMPSDH Sido Luhur Kaponan, Mlarak, Kabupaten Ponorogo menurut Fiqh Muzara'ah. Menurut jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian lapangan dengan metode kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis yang digunakan adalah metode induktif, yaitu metode yang menekankan pada pengamatan sebelumnya, kemudian menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa yang lebih tepat dalam penerapan prinsip-prinsip akad Islam adalah bila kesepakatan tersebut dibuat secara lisan. Karena semua pihak telah melaksanakan semua prinsip perjanjian Islam, hanya ada dua prinsip perjanjian Islam yang belum dilaksanakan. Sedangkan tingkat validitas dalam penerapan fiqh muzara'ah mengacu pada kesepakatan yang terjadi secara tertulis, karena rukun dan persyaratan muzara'ah telah terpenuhi secara utuh.