PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Abstract

Terjadinya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang pernikahan beda agama karena perbedaan penafsiran pengertian antara ahli kitab dengan musyrikin. Ada yang menyamakan antara ahli kitab dengan musyrik karena substansi perilaku ahli kitab itu sendiri. Dengan demikian, ketentuan hukum pernikahannya ada yang membolehkan dan ada juga yang mengharamkan. Pendekatan dalam memahami hukum (al-Qur’an), seperti nasikh mansuk, ithlaqul lafdzi dan sadz al-dzari’ah, takhsis dan ‘am, asbab an-nuzul ayat telah membawa ragam pendapat di kalangan ulama. Pendekatan ithlaqul lafdzi, melihat dari sisi kemutlakan lafadz ayat, sehingga ketika lafadz itu menunjuk kepada term tertentu, maka itulah yang dimaksud hukum oleh ayat tersebut. Pendekatan asbab al-nuzul ayat dalam konteks kebolehan pernikahan muslim dan muslimah dengan musyrik atau non muslim termasuk ahli kitab karena ayat yang turun itu ditujukan kepada kaum musyrik Arab bukan pada yang lainnya. Dengan demikian berlakulah ketentuan hukum khas, yaitu hukum itu berlaku sesuai dengan kekhususan sebab, bukan kepada keumuman lafadz. Artinya pengharaman perkawinan beda agama dengan non muslim tidak berlaku secara umum, hanya yang dituju oleh ayat dimaksud, sehingga menikah dengan non muslim selain bangsa Arab menjadi boleh. Demikian sebaliknya, keharaman itu terjadi karena pemberlakuan hukum ‘am dari ayat al-Qur’an, yaitu pelarangan secara umum tentang pernikahan beda agama.