RELEVANSI PEMIKIRAN IMAM SYAFI’I TENTANG MAFQUD TERHADAP PERCERAIAN GHAIB (STUDI DI KASUS DI PENGADILAN AGAMA JOMBANG)

Abstract

Dalam pemikiran Imam Syafi’i ada yang berpendapat bahwa apabila suami atau istri yang mafqud harus menunggu selama empat tahun dan menurut Undang-Undang serta Kompilasi Hukum Islam adalah harus menunggu dengan jangka waktu selama 2 tahun. Jangka waktu antara kedua pendapat ini sangat lama jika dikomparasikan. Ini karena canggihnya sistem transportasi dan informasi yang hadir pada era modern ini memberikan kesempatan yang cepat untuk mengetahui keberadaan si mafqud. Berbeda dengan waktu dulu yang yang masih belum mengenal sistem transportasi dan informasi. Maka di sini di lihat manakah yang lebih relevan untuk diikuti antara pemikiran Imam Syafi’i atau Undang-Undang dan Kompilasi Hukum Islam. Dalam tulisan ini meneliti tentang Relevansi Pemikiran Imam Syafi’i tentang Mafqud Terhadap Perceraian Ghaib Studi Kasus di Pengadilan Agama Jombang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat Imam Syafi’i tentang mafqud dan putusan Pengadilan Agama Jombang mengenai perceraian mafqud. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha menggambarkan dan menganalisis permasalahan sedetail mungkin. Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat penelitian kepustakaan (library research) dengan menelusuri teori-teori yang terdapat di perpustakaan dan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada satu dalil Al-Quran dan hadits yang menyebut batas waktu penetapan masa orang hilang, yang terdapat hanyalah pendapat sahabat yakni Umar bin Al-Khatab. Tetapi pendapat Umar hanyalah untuk istri yang kehilangan suami. Selain itu, dapat diketahui juga konsekuensi dari mafqud yang bisa terjadi terhadap orang sekeliling atau ahli warisnya dan ia menjadi satu tuntutan untuk menyelesaikannya. Karena hukum bersifat dinamis akan berubah dari waktu ke waktu mengikuti era perubahan zaman.