Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Menumbuhkan Kecerdasan Emosional
Abstract
Tidak dapat dipungkiri bahwa praktek pendidikan diarahakn untuk mewujudkan manusia-manusia cerdas. Lewat kecerdaan tersebut, mereka diharapkan untuk menjadi inovatif dan kreatif untuk mengisi pembangunan negara. Harapan ini tentu bukanlah isapan jempol karena memang pendidikan di negara manapun dilaksanakan dengan berbagai macam pendekatan dan sistem untuk memenuhi akselerasi perkembangan zaman. Bahkan output pendidikan menjadi komponen utama dalam akselerasi zaman tersebut. Hasilnya, setiap negara termasuk Indonesia “berhasil” mewujudkan manusia-manusia cerdas untuk mengawal pembangunan bangsa dan negara. Cendekiawan, elit politik-negara, teknokrat dan berbagai macam profesi telah berhasil ditelorkan dunia pendidikan. Jadi, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pendidikan dengan pembangunan merupakan dua sisi mata uang yang satu ; tidak dapat terpisahkan. Jika pendidikan berhasil, maka negara pun akan berhasil. Namun demikian, dalam konteks Indonesia, pendidikan dengan berbagai sistem dan bentuknya cukup menjanjikan. Tidak hanya negara, tetapi pihak-pihak swasta pun menyelenggarakan pendidikan untuk demi pencerdasan anak-anak bangsa. Tetapi fenomena paradoksal pun terlihat. Tawuran peserta didik semakin semarak, “kebocoran” anggaran kenegaraan semakin membengkak, dan masih banyak lagi fenomena sosial yang terjadi yang notabene dilakukan oleh orang-orang terdidik. Apakah pendidikan tidak membuat mereka cerdas? Jika di telaah, pendidikan yang diselenggarakan dewasa ini sangat intens untuk membuat peserta didik menjadi cerdas. Mereka dapat meraih juara pada setiap momen kejuaraan. Hanya saja, pendidikan yang terselenggara tampaknya lebih menekankan pada aspek pencerdasan intelektual, tetapi sedikit mengabaikan pencerdasan emosional bahkan spriritual.