REFORMASI BIROKRASI KABUPATEN BOGOR DI ERA OTONOMI DAERAH

Abstract

Saat ini,  Indonesia sedang menjalankan otonomi daerah secara nyata,  sebagai konsekuensi terjadinya pergeseran dari sistem sentralistik ke sistem desentralistik. Prinsip otonomi daerah, sebagaimana di atur dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah memberikan kewenangan kepada daerah  untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, menggali potensi daerah dan sumber-sumber  lainnya  untuk membangun demokrasi dan kesejahteraan masyarakat di tingkat lokal. Dengan prinsip ini, maka daerah diharapkan dapat lebih mandiri dan mempunyai daya saing terhadap daerah lainnya. Seiring dengan itu, untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, reformasi birokrasi khususnya dalam bidang pelayanan publik mulai dibenahi. Saat ini, hampir seluruh daerah Kabupaten/Kota di Indonesia  sedang menjalankan reformasi birokrasi termasuk Kabupaten Bogor. Tesis ini memfokuskan tentang  jalannya reformasi birokrasi Kabupaten Bogor di era otonomi daerah yang ditandai dengan dibentuknya Badan Perijinan Terpadu (BPT), melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri No. 24/2006) tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Satu Pintu, dan  Peraturan Daerah (Perda) No. 23 tahun 2008. Pembentukan BPT merupakan produk reformasi birokrasi dan keputusan politik yang sangat tepat,  yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bogor dan DPRD Periode 2004-2009 dalam hal pelayanan publik.   Pokok masalahnya adalah bagaimana jalannya reformasi birokrasi di Kabupaten Bogor, dan sejauhmana terjadinya  dinamika politik dalam proses pembentukan BPT tersebut.  Untuk membahas pokok masalah tersebut di atas,  akan menggunakan teori tentang proses pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh David Easton melalui teori Analisa Sistem Politik. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa,  reformasi birokrasi di Kabupaten Bogor dapat berjalan karena adanya kemauan politik dari pemerintah Kabupaten Bogor dan DPRD untuk merespons tuntutan masyarakat dalam pelayanan publik.  Dalam proses pengambilan keputusan,  telah terjadi dinamika politik kompromi antara eksekutif dan legislatif yang melahirkan perda No. 23/2008 tentang pembentukan BPT Kabupaten Bogor.