FUNGSI AGUNAN DALAM PERBANKAN SYARIAH DARI PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM (The Function of Collateral in Sharia Banking from The Perspective of Positive Law and Islamic Law
Abstract
Pemberian pembiayaan oleh perbankan syariah secara umum mensyaratkan nasabah menyerahkan jaminan atau agunan untuk menjamin pelunasan utangnya. Keberadaan jaminan atau agunan ini merupakan persyaratan guna memperkecil risiko bank syariah dalam menyalurkan pembiayaan, yakni sebagai bentuk antisipasi bilamana terjadi pembiayaan bermasalah yang disebabkan karena nasabah tidak mampu lagi membayar atau nasabah tidak mempunyai itikad baik untuk membayar, maka bank dapat mengeksekusi agunan tersebut. Di sisi lain, selama kurun waktu sejak adanya bank syariah di Indonesia, semua transaksi pembiayaan yang terjadi di lingkungan perbankan syariah saat ini, khususnya dalam pembuatan akad atau perjanjian lebih banyak dipengaruhi oleh hukum positif. Dengan kata lain, sebagian besar perjanjian tersebut mengacu/mengadopsi hukum positif yang masih berlaku di Indonesia, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek (BW). Meskpun bank syariah harus tunduk pada aturan-aturan perbankan padaumumnya, tetapi bank syariah mempunyai pedoman utama yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang menjadi landasan operasional perbankan syariah. Hal yang demikian mengakibatkan terjadinya dualisme hukum yang berlaku dalam menyusun akad dalam praktik perbankan syariah di Indonesia. In general, the provision of financing by Islamic banking requires customers to submit guarantees or collateral to guarantee repayment of their debts. The existence of this guarantee or collateral is a requirement in order to minimize the risk of Islamic banks in channeling financing, namely as a form of anticipation when a financing problem occurs because the customer is no longer able to pay or the customer does not have the good faith to pay, the bank can execute the collateral. In other case, during the period since the existence of Islamic banks in Indonesia, all financing transactions that occur in the current Islamic banking environment, especially in the making of contracts or agreements, are more influenced by positive law. In other words, most of these agreements refer to/adopt positive laws that are still valid in Indonesia, namely the Civil Code or Burgerlijk Wetboek (BW). Even though Islamic banks must comply with banking regulations in general, Islamic banks have the main guidelines, namely the al-Qur'an and al-Hadith which are the basis for Islamic banking operations. This has resulted in the dualism of prevailing laws in drafting contracts in Islamic banking practices in Indonesia.