Telaah Keabsahan Jual Beli Mu‘a>t}a>h di Kedai Thayyibah Ma’had Aly Situbondo Perspektif Mazhab Sya>fi‘i>

Abstract

Jual beli adalah kegiatan tukar menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara tertentu yang telah dilegalkan oleh Syariat. Di antara rukun-rukun jual beli adalah adanya s}ighah yang muncul dari kedua belah pihak, baik penjual atau pembeli. Faktanya penulis menemukan praktik jual beli yang terjadi di kedai Thayyibah Ma’had Aly Situbondo, tidak dijumpai melafalkan s}ighah. Praktik ini dalam literatur Fikih disebut dengan akad mu‘a>t}a>h, yang mana dalam Mazhab Sya>fi’i> hukum akad tersebut masih diperselisihkan. Imam al-Nawawi> dan Ibnu Suraij memilih berpendapat membolehkan akad tersebut dengan adanya kriteria. Permasalahannya, bagaimanakah keabsahan akad mu‘a>t}a>h di kedai Thayyibah Ma’had Aly Situbondo ditinjau melalui pen-dapat ulama Mazhab Sya>fi’i> yang memperbolehkannya? Metodologi peneliti-an dalam artikel ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif. Data diperoleh melalui dokumen, observasi dan wawancara. Data yang sudah terkumpul dan diolah sesuai dengan klasifikasinya, kemudian dilakukan pem-bahasan dan disajikan dalam bentuk deskripsi untuk memperoleh kesimpulan. Berdasarkan penelitian, praktik jual beli di kedai Thayyibah Ma’had Aly Situbondo termasuk jual beli mu‘a>t}a>h. Barang yang dijual di kedai Thayyibah ada yang muh}aqqara>t ada yang tidak. Di antara praktik jual beli di kedai Thayyibah adalah pembeli datang masuk ke dalam kedai memilih barang yang mau dibeli, lalu setelah menemukan barang yang dibeli, ia menanyakan harga barang tersebut dan memasukkan uangnya ke dalam kotak uang yang telah disediakan oleh petugas tanpa mengucapkan kata-kata. Praktik jual beli di kedai Thayyibah dianggap sah pada barang yang muh}aqqara>t, berdasarkan pendapat Ibnu Suraij dan al-Ruyya>ni>. Sehingga menurut pendapat ini transak-si jual beli mu‘a>t}a>h tidak sah untuk barang-barang yang bukan muh}aqqara>t. Sementara berdasarkan pendapat Imam al-Nawawi> dan lainnya, praktik jual beli mu‘a>t}a>h di kedai Thayyibah jelas dianggap sah, karena santri telah menganggap praktik tersebut sebagai jual beli.