Qitâl dan Relevansinya Terhadap Radikalisme Penafsiran Ibnu Taimiyah Terhadap Q.S At-Taubah Ayat 5 dan 29

Abstract

Isu-isu kekerasan dan radikalisme di Indonesia semakin hari kian marak. Berbagai tindakan anarkis dan teroris seakan menjamur di negeri yang memiliki banyak keragaman umat beragama ini. Tindakan-tindakan yang merugikan publik serta apalagi agama tersebut tidak tidak sering dilatar belakangi terhadap uraian ayat- ayat suci al- Qur’an. Al- Qur’an dimengerti bagaikan wahyu yang melegalkan aksi-aksi tersebut, wacana radikalisme dalam tiap agama senantiasa memperkenalkan nama Tuhan. Ini bisa dipahami sebab agama mempunyai otoritas yang kokoh di atas bermacam kekuatan lain. Tercantum Islam, yang semenjak dini kelahirannya mendeklarasikan diri bagaikan agama yang sarat dengan nilai-nilai kedamaian, ajaran-ajarannya oleh sebagian orang sering kali dijadikan justifikasi atas bermacam aksi kekerasan. Salah satu penyebabnya merupakan uraian yang galat atas ayat- ayat al- Qur’an, spesialnya dalam Q. S at-Taubah ayat 5 serta 29 yang mengulas tentang jihâd serta perang (qital), sebab ayat tersebut disinyalir jadi faktor Gerakan radikalisme. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji ayat-ayat tersebut dengan memusatkan perhatian pada makna dan konteks historisnya untuk menghasilkan pemahaman yang benar dan komprehensif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jihâd dan perang dalam Al-Qur’an berbeda dengan radikalisme. Tujuan utama jihâd adalah kesejahteraan manusia, bukan perang. Oleh karena itu, jihâd adalah kewajiban setiap Muslim dalam hidupnya, sedangkan Qital itu bersyarat, bersifat sementara, dan merupakan pilihan terakhir yang tidak ada cara lain selain perlawanan fisik. Lebih jauh, pelaksanaan perang harus memenuhi persyaratan yang sangat ketat.