BARAMBANGAN SEBAGAI PENCEGAHAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN PESPEKTIF HAM

Abstract

Penelitian ini membahas tradisi Barambangan sebagai pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dengan perspektif HAM. Barambangan merupakan sebuah tradisi di dalam masyarakat Banjar yang muncul sejak kepemimpinan Sultan Adam sebagai Raja Kesultanan Banjar. Tradisi ini merupakan suatu keadaan antara suami istri yang telah mengalami kerenggangan hubungan rumah tangga, sehingga mereka memerlukan waktu jeda untuk menentukan pilihan tetap bersatu atau bercerai. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dengan mengumpulkan bahan hukum sekunder. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Tradisi Barambangan sebagai pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan mengadopsi system hukum Islam dan hukum Adat. Selanjutnya, Tradisi Barambangan ini muncul sebagai perlindungan hukum seorang perempuan dari paksaan serta kekerasan ketika terjadi konflik. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisa menggunakan teori perlindungan hukum. Selain itu, Tradisi Barambangan ini juga mengandung tata cara penyelesaian konflik antara suami istri yang Barambangan. Dalam perspektif HAM, Tradisi Barambangan sebagai pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan telah memenuhi amanat HAM untuk mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan. Akan tetapi, masih terdapat unsur diskriminatif dalam tradisi ini. Hal itu karena dictum perkara 18 UUSA hanya menekankan perempuan sebagai pihak yang tidak mau berdamai.