Urban Legend Kolor Ijo: Konstruksi Ketakutan di Jakarta, 2003-2005

Abstract

This study explores the fear of the Jakartan citizen in 2003-2005 caused by the “Kolor Ijo” issue. It deploys local history as an approach by focussing on Cengkareng, one of the areas in Jakarta. However, this study places locality in a broader framework, placing a petite narrative on a grand narrative. Kolor ijo figure is an urban legend who is believed to have a habit of covering and abusing virgin women or girl. The social memory becomes a primary source to reconstruct the fear apart from using sources from the mass media, news on television, and the Kolor Ijo soap opera. As the study conducted by Maurice Halbwachs, social memory becomes important data because it acts as an intermediary between the community and historians who are studying a historical issue at the local level. Furthermore, this research highlights the intersection between the media, gossip, and gossip as a medium that plays an active role in spreading the fear of Kolor Ijo in the people of Jakarta. This study develops an argument where people's fears are manifested in the fabric of daily life through a construction process in such a way that circulates and is amplified by those medium. Studi ini mengeksplorasi ketakutan masyarakat Jakarta pada 2003-2005 yang disebabkan oleh isu “kolor ijo”. Penelitian ini menerapkan sejarah lokal dengan focus ke wilayah Cengkareng, salah satu wilayah di Jakarta. Meski demikian, studi ini tetap meletakkan lokalitas dalam kerangka yang lebih luas, menempatkan narasi kecil pada narasi yang lebih besar. Sosok kolor ijo merupakan legenda kota (urban legend) yang dipercaya punya kebiasaan merudung dan merudapaksa perempuan-perempuan perawan. Dalam merekonstruksi ketakutan ini, memori sosial masyarakat menjadi sumber yang dianalisis secara maksimal, selain penggunaan sumber-sumber dari media massa, pemberitaan di televisi, dan sinetron Kolor Ijo. Sebagaimana kajian yang dilakukan oleh Maurice Halbwachs, memori sosial menjadi data yang penting karena ia menjadi perantara antara masyarakat dengan sejarawan yang sedang mendalami sebuah persoalan sejarah di tingkat lokal. Lebih jauh, riset ini menyoroti interseksi antara media, gossip, dan rumor di masyarakat sebagai wahana yang berperan aktif dalam menyebarkan ketakutan terhadap kolor ijo di tengah masyarakat Jakarta. Studi ini mengembangkan sebuah argumen dimana ketakutan masyarakat mewujud dalam jalinan kehidupan sehari-hari lewat proses konstruksi sedemikian rupa yang bersirkulasi dan diamplifikasi oleh tiga wahana tersebut.