AL-RIJS DAN HUKUMNYA PERSPEKTIF Q.S. AL-MAIDAH: 90-93

Abstract

Pemaknaan kata rijs hanya pada najis termasuk menyempitkan makna, mengingat kata rijs tidak hanya memiliki satu makna. Penyempitan makna dapat berakibat pada penyempitan hukum, terutama hukum yang berkaitan dengan khamar dan turunannya. Pemaknaan kata rijs sebagai najis secara fisik dapat menghasilkan produk hukum yang keliru. Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat dalam melihat komposisi dan label sertifikasi halal pada suatu bahan makanan atau minuman apakah tercampur dengan bahan haram dan najis (rijs) atau tidak. Sehingga diperlukan kajian yang lebih mendalam mengenai makna rijs. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan hukum al-rijs perspektif Q.S. Al-Maidah ayat 90-93 dan hikmah syariat pengharamannya, mengurai perbedaan pendapat ulama mengenai hukum al-rijs dan pendapat yang paling kuat, korelasi dan relevansi antara khamar sebagai induk kejahatan yang diawali al-rijs dengan maisir, anshȃb dan azlȃm, status kenajisan alkohol yang tercampur dalam makanan atau minuman serta jenis obat-obatan yang tergolong dalam al-rijs, solusi dan cara melindungi diri dari al-rijs. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka yang berasal dari buku, jurnal ilmiah, website dan lainnya.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kata rijs bisa berwujud materi dan non materi. Al-rijs berwujud materi artinya; kotor, najis dan busuk. Al-rijs berbentuk non materi berupa sifat, karakter dan perbuatan buruk yang tidak disukai Allah sehingga dapat mendatangkan siksa dan azab. Secara materi kata rijs bisa bermakna najis jika berkaitan dengan makhluk bernyawa. Jika berkaitan dengan material non hewani seperti alkohol, rijs bermakna haram yang harus dijauhi, namun tidak najis secara fisik. Sehingga bisa dikatakan bahwa “Setiap yang najis pasti haram, tapi tidak semua yang haram pasti najis.”