Kompromisasi Kontradiksi Makna Tiupan Sangkakala dalam Al-Qur’an

Abstract

The beginning of the apocalypse is when the first and second trumpets are blown. QS. al-Mu'minun verse 101 explains that after the trumpet blast, the two humans will be resurrected separately, kinship relations are no longer valid and there are no more questions. However, QS. Thaha verses 102-104 state that when he is resurrected, there are people who ask each other questions. This paper wants to discuss the interpretation of the scholars of the interpretation of the contradictions of the text of the verses about the blowing of the trumpet. The results showed that the trumpet blast in QS. al-Mu'minun verse 101 and Thaha verse 102-104 are both the second trumpet blast but in a different human context. QS. al-Mu'minun verse 101 talks about humans as a whole where when they are resurrected they are in their own state without any family relationship. While QS. Thaha verses 102-104 talk about the disbelievers and when they are resurrected they will have a blue face. The commentators interpret the textual contradiction of the verse by saying that humans do not speak when they are on their way to Padang Mahsyar and the condition of wondering occurs when humans are already in the Mahsyar field. Permulaan terjadi kiamat adalah ketika sangkakala pertama dan kedua ditiupkan. QS. al-Mu’minun ayat 101 menjelaskan bahwa setelah tiupan sangkakala kedua manusia akan dibangkitkan dalam keadaan sendiri-sendiri, tidak berlaku lagi hubungan kekerabatan dan tidak ada lagi yang bertanya-tanya. Namun, QS. Thaha ayat 102-104 menyatakan bahwa ketika dibangkitkan ada di antara manusia yang saling bertanya-tanya. Tulisan ini ingin mendiskusikan penafsiran ulama tafsir terhadap kontradiksi teks ayat-ayat tentang tiupan sangkakala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang dimaksud tiupan sangkakala pada QS. al-Mu’minun ayat 101 dan Thaha ayat 102-104 adalah sama-sama tiupan sangkakala yang kedua,  namun dalam konteks manusia yang berbeda. QS. al-Mu’minun ayat 101 berbicara tentang manusia secara keseluruhan dimana ketika dibangkitkan mereka dalam keadaan sendiri-sendiri tidak ada hubungan keluarga. Sedangkan QS. Thaha ayat 102-104 membicarakan tentang orang kafir dan ketika dibangkitkan mereka dalam keadaan wajah berwarna biru. Ulama tafsir memaknai kontradiksi tekstual ayat tersebut dengan mengatakan bahwa manusia tidak berkata-kata ketika berada dalam perjalanan menuju ke Padang mahsyar dan kondisi bertanya-tanya terjadi ketika manusia sudah berada di padang mahsyar.