NILAI-NILAI DAKWAH DALAM SYAIR RAPA’I DEBUS

Abstract

Tari Rapai debus adalah salah satu tari tradisional dalam masyarakat Aceh yang cukup popular di kalangan masrakat Aceh pesisir. Sebagai sebuah karya seni dari masyarakat yang sangat dekat dan lekat dengan nilai-nilai keislaman, tari Rapai debus juga memiliki dimensi keterpengaruhan dengan nilai-nilai keislaman yang dianut oleh masyarakat. Hal ini terefleksi dalam koreografi, pementasan, dan paling dominan dalam syair-syair yang dinyanyikan mengiringi gerak tari tersebut. Penelitian ini menggali sejarah dan dimensi yang dipengaruhi oleh ajaran Islam melalui kajian kepustakaan dan wawancara dengan para pelaku seni tari rapai debus itu sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai-nilai dakwah yang terkandung dalam syair rapai debus diantaranya, nilai tauhid dan nilai ibadah, hal ini terdapat dalam syair yang berisi puji-pujian kepada Allah shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan dalam dentuman dan hempas debuh dari pelaku giat debus. Sedangkan upaya yang dilakukan untuk berdakwah melalui kesenian rapai debus terdapat beberapa upaya, diantaranya:  dengan terus melantunkan dan menyairkan kalimah-kalimah yang mentauhidkan Allah dan untuk menarik masyarakat agar mendalami ilmu agama serta menjauhkan diri dari menyembah selain Allah atau perbuatan syirik. Upaya tersebut sejauh ini dianggap telah mampu mendekatkan manusia di jalan Allah untuk mencari tahu tentang kekuatan para pemain debus. Adapun aktor peluang dan tantangan dalam berdakwah melalui kesenian rapai debus diantaranya: Ketertarikan masyarakat dalam mempelajari kebudayaan rapai, adanya dukungan pemerintah Aceh Selatan dalam melakukan pelestarian seni rapi debus, masih adanya khalifah senior yang masih setia dan meluangkan waktu untuk dapat berbagi ilmu dengan generasi muda, masih diterimanya oleh masyarakat seni rapai debus meskipun sudah majunya globalisasi. Sedangakan faktor tantangan yang dirasakan antara lain: Faktor teknologi yang semakin canggih sehingga masyarakat sibuk dengan elektronik dan perlahan-lahan mulai mmeninggalkan kesenian yang telah membudaya ini, kurangnya biaya dalam melaukan latihan, minat pemuda yang menurun dan waktu untuk latihan yang terbatas.