Penafsiran Ayat-Ayat Takdir dalam Al-Qur’an

Abstract

Muslims throughout history have been divided into three groups in the understanding of fate: groups that are excessive, groups that deny, and groups that are moderate. In strengthening the argument in the debate, each group uses the verses of the Qur'an incompletely. Resulting in contradiction of verses. This is the problem that the author raises in this study, by reviewing three books of Tafsir. The methods used are mauḍhūʻi and muqarān methods, with the type of qualitative research of literary objects. The research aims to determine the interpretation of the verses of fate in the Qur’an according to Tafsīr al-Ṭabarī, fī Ẓilāl al-Qur’an, and al-Miṣbāḥ. According to Tafsīr al-Ṭabarī, fate is an absolute provision that has been written in Lauḥ Mahfūz, whether in the form of good or bad. But with the perseverance of worship, the provisions or fate in Lauh Mahfuz can be changed. According to the fī Ẓilāl of the Qur’an, human fate is supernatural therefore man must strive in all his deeds even if the end result is determined by Allah. According to Tafsīr al-Miṣbāḥ, human beings are in the fate of Allah which have certain dimensions. So that God commands human beings to choose based on the potential of the intellect that has been bestowed by Him. The author understands that fate is everything that has been written in Lauḥ Mahfūz. But this does not mean that human beings should ignore the ability of the intellect that has been bestowed by God. Umat Islam dalam sepanjang sejarah terbagi menjadi tiga kelompok dalam memahami takdir: kelompok yang berlebihan, kelompok yang mengingkari, dan kelompok yang bersikap pertengahan terhadap takdir. Untuk menguatkan argumen dalam berdebat, masing-masing menggunakan dalil al-Qur’an secara tidak utuh. Sehingga ayat-ayat tersebut terlihat seakan-akan bertentangan. Permasalahan inilah yang penulis angkat di dalam penelitian ini, dengan mengkaji dari tiga kitab Tafsir. Metode digunakan adalah metode mauḍhūʻi dan muqarān, dengan jenis penelitian kualitatif objek kepustakaan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui penafsiran ayat-ayat takdir di dalam al-Qur’an menurut Tafsīr al-Ṭabarī, fī Ẓilāl Al-Qur’an, dan al-Miṣbāḥ. Menurut Tafsīr al-Ṭabarī, takdir adalah ketentuan mutlak yang telah tertulis di Lauḥ Mahfūz, baik berupa kebaikan atau keburukan. Namun dengan ketekunan beribadah ketentuan atau takdir di Lauh Mahfuz dapat saja berubah. Menurut fī Ẓilāl Al-Qur’an, takdir manusia bersifat ghaib karena itu manusia harus berusaha dalam segala perbuatannya meskipun hasil akhir ditentukan oleh Allah. Menurut Tafsīr al-Miṣbāḥ, manusia berada dalam takdir-takdir Allah yang memiliki ukuran-ukuran tertentu. Sehingga Allah menyuruh kepada manusia untuk memilih berdasarkan potensi akal yang telah di anugerahkan-Nya. Penulis memahami bahwa, takdir adalah segala sesuatu yang telah tertulis di Lauḥ Mahfūz. Namun bukan berarti manusia harus mengabaikan kemampuan akal yang telah dianugerahkan oleh Allah.