Perlindungan Hukum Bagi Ahli Waris Yang Dikesampingkan Oleh Anak Angkat
Abstract
Abstrak–Hibah merupakan suatu pemberian secara cuma-cuma dari seseorang kepada orang lain yang berlaku pada saat itu juga. Meskipun demikian agar hibah di dalam hukum Islam tersebut sah, maka orang yang menghibahkan telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat, tanpa adanya paksaan, dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga, di hadapan dua orang saksi, untuk dimiliki, dan harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah sebagaimana Pasal 210 Kompilasi Hukum Islam dimana pemberian harta benda secara suka rela atau pemberian tanpa ganti rugi dari seseorang kepada orang lain itu dibagi dua. Hibah diberikan kepada anak angkat hukum Islam mengenal pengangkatan anak sebagaimana pasal 171 huruf g KHI yang menentukan bahwa : “Anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.” Hasil penelitian menunjukan dalam kasus ini gugatan Nuri Sahani dan Mirta kepada Evi Mulyasari atas pembatalan hibah dapat dibenarkan dan sah karena rumah yang merupakan seluruh harta dari H. Madsari dan Hj. Asih telah dihibahkan seluruhnya kepada Evi Mulyasari yang tidak sesuai dengan ketentuan dari Pasal 210 KHI bahwa hibah kepada orang lain hanya boleh sebanyak-banyaknya adalah 1/3. Nuri Sahani dan Mirta merupakan salah satu ahli waris yang masih ada, dan H. Madsari dan Hj. Asih tidak meninggalkan ayah atau anak (pasal 182 KHI), sedangkan istriya sudah meninggal dunia, maka yang berhak adalah saudara-saudara dari pewaris baik itu saudara perempuan maupun saudara laki-laki. Sedangkan kedudukan Evi Mulyasari sebagai anak angkat hanya diperbolehkan menerima bagian maksimal 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya berdasarkan wasiat wajibah. Nuri Sahani dan Mirta berhak atas pembatalan hibah atas rumah tersebut dan dianggap sah dikarenakan masih mempunyai hubungan darah dengan H. Madsari serta beragama Islam dan tidak terhalang hukum untuk menjadi ahli waris. Apabila rumah tersebut dikuasai sepenuhnya oleh Evi Mulyasari, maka Nuri Sahani dan Mirta berhak untuk memintanya kembali, karena Nuri Sahani dan Mirta sebagai ahli waris dari H. Madsari bersama-sama dengan Mirta dimana keduanya merupakan ahli waris ashabah bilghairi, yaitu ahli waris yang mendapatkan sisa harta warisan pewaris setelah harta warisan tersebut dibagikan kepada golongan ahli waris pertama, akan tetapi apabila tidak ada ahli waris yang termasuk golongan pertama tersebut maka ahli waris golongan Ashabah akan mendapatkan seluruh harta waris yang ditinggalkan pewaris. Hal ini sesuai dengan pasal 181 KHI dan 182 KHI. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Ahli Waris, Hukum Islam