Studi Yuridis-Sosiologis terhadap Problematika Perkawinan Sejenis di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Ajung Kabupaten Jember Tahun 2017

Abstract

Same-sex marriage is not recognised within Indonesian laws and constitution. The Indonesian Marriage Law, Law No.1/1974, does not give any loophole for same sex couples in Indonesian to officially legalised their marriage. However, there are ways and efforts done by same sex couple in Indonesia to get around  this prohibition. Among the most common ways done by these couples to have their marriage approved by the authority is through falsification of ID and other related documents. The marriage of Ayu and Fadholi (not real name) which was initially passed by the local marriage bureau (KUA) in Ajung, Jembar in 2017, shows that falsification of documents for marriage remains occur among same sex couples in Indonesia. This study examines: 1) What are underlying factors behind the cases of same sex marriage in Indonesia? 2) What strategies commonly done by same sex couples in Indonesia to get around restrictions for their marriage? 3)To what extent Indonesian regulations as well as Islamic law respond to cases of same sex marriage in the community? The data is collected through series interview involving religious judges and other prominent sources. The finding of this study shows that: (1) Sociologically, same-sex marriage done by couples in Indonesia is part of their efforts to get rid of stigma and labelling in the society. (2) The most common strategy undertaken by same-sex couples to have their marriage legally recognised is through falsification of their identity and other required documents for marriage. (3) The Indonesian regulations, including Indonesian marriage law, do not recognised same sex marriage, as well as Islamic law which regards same sex marriage as haram, against the Qur’an and the Hadith. [Pernikahan sesama jenis tidak diakui dalam hukum konstitusi Indonesia. UU Perkawinan Indonesia, UU No.1/ 1974, tidak memberikan ce;ah bagi pasangan sesama jenis di Indonesia untuk secara resmi melakukan pernikahan. Namun, ada cara dan upaya yang dilakukan pasangan sesama jenis di Indonesia untuk mengakali larangan ini. Di antara cara paling lumrah yang dilakukan oleh pasan ini agar pernikahan mereka disetujui oleh otoritas setempat adalah melalui pemalsuan KTP dan dokumen terkait lainnya. Perkawinan Ayu dan Fadholi (bukan nama sebenarnya) yang awalnya disahkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) di Ajung, Jembar pada tahun 2017, menunjukan bahwa pemalsuan dokumen demi pernikahan tetap terjadi di antara pasangan dengan jenis kelamin yang sama di Indonesia. Penelitian ini meneliti: (1) Apakah faktor yang mendasari pernikahan sesama jenis di Indonesia? (2) Strategi apa yang umumnya dilakukan oleh pasangan sesama jenis di Indonesia untuk mengakali larangan pernikahan mereka? (3) Sejauh mana peraturan Indonesia yang hukum Islam menanggapi kasus pernikahan sesama jenis yang terjadi di masyarakat. Data dari penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara yang melibatkan ahli hakim agama dan sumber terkait lainnya. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Secara sosiologis, pernikahan sesama jenis yang dilakukan di Indonesia adalah bagian dari upaya mereka untuk menghilangkan stigma dan label dari masyarakat. (2) Strategi yang lumrah dilakukan oleh pasangan sesama jenis agar pernikahan diakui secara hukum adalah dengan pemalsuan identitas dan dokumen lain yang diperlukan untuk pernikahan. (3) Hukum di Indonesia, terutama hukum perkawinan tidak mengakui pernikahan sesama jenis, begitu pun dengan Hukum Islam yang menetapkan pernikahan sesama jenis sebagai haram karena bertentangan dengan al-Quran dan Hadist.]