Agama dalam Masyarakat Post-Sekularisme Jurgen Habermas

Abstract

This paper aims to illustrate Habermas's thoughts on post-secularism, especially in regards to stretching religion which he believes that after secularism religion should be considered as in the public space. The study uses a political philosophy approach. In his findings, Habermas concluded that the role of religion can no longer be denied its presence in the political space. To minimize religious totalitarianism, Habermas divides public space into formal and informal settings, in which religion and politics appear to influence one to another. According to Habermas, religion can only present in an informal space. If people want to contribute in a formal space, they have to translate religious language into secular language. [Artikel ini menelaah pemikiran Habermas tentang pos-sekulerisme, khususnya berkenaan dengan kelonggaran peran agama yang ia yakini bahwa setelah terjadinya sekularisme, agama harus turut berperan dalam ruang publik. Kajian ini menggunakan pendekatan filsafat politik. Penelitian ini menemukan bahwa, Habermas memandang saat ini (era pos-sekularisme) peran agama tidak lagi dapat ditolak kehadirannya di ruang publik. Untuk meminimalisir totalitarianisme agama, Habermas  membagi ruang publik menjadi aturan formal dan aturan informal, yang mana agama dan politik saling berkelindan dan mempengaruhi satu sama lain. Menurut Habermas, agama hanya dapat hadir dalam ruang informal. Jika masyarakat yang agamis hendak turut berkontribusi dalam ranah publik formal, mereka harus menerjemahkan bahasa agama mereka menjadi bahasa sekuler.]