Dinamika Politik Kelas Menengah Indonesia: Pergulatan Politik ICMI Membangun Demokrasi di Era Orde Baru

Abstract

The political development of a country is determined by the system in force. Indonesia under a new order, for example, ruled by political system with authoritarian. In the new order era, the middle class Muslims did not gain flexibility in expressing their political participation as the impact of intervention and power domination. The changing in the political dynamics occurred in Indonesia in mid 1990s, one of which was characterized by the development of the Indonesian Muslim Scholars Association (ICMI). The emergence of ICMI is considered as the estuary of the long history struggle of the middle class Muslims in Indonesia. ICMI symbolizes the symbiotic relationship between religion and the state, the accommodating relationship between Islam and democracy. The revival of political roles of the middle-class Muslims requires significant changing within the political system, from the authoritarian to democracy. This research employs qualitative research methods with the approach of literature studies (library research) and a descriptive analysis method using especially the Hegemony theory of Anthonio Gramsci. The research aims to describe ICMI's socio-political role in the New Order era. It is found in this study that among the ICMI’s agenda is to develop a comprehensive-built democracy. Democracy is expected to be able to create changes not only in the political field but also in some other areas, including social, economic, cultural and religious. The democratization strategy pursued by ICMI through vertical mobility to establish a more balanced power relationship by taking part in the pendulum of power through the placement of Muslim scholars in the system of government cabinet as well as the ruling party, Golkar. At this point, ICMI plays a significant role as a group of intellectual counter hegemonic. This has resulted in a form non-confrontation relationship between Muslims and the government. Furthermore, ICMI developed the empowerment agenda in order to improve the quality of life of the community as reflected by the objective of ICMI,  symbolised by the five ‘K’ (English: five Q) of ICMI; Quality of life, quality of faith, quality thought/technology, quality of work, and quality of work invention. The agenda was implemented through the chains and linkages of ICMI throughout the country, such as CIDES, the Waqf book Movement, the Perpetual Charity Foundation Orbit Scholarship, MASIKA Study Group, and the publication of Republika newspaper. [Perkembangan politik pada suatu negara sangat ditentukan oleh sistem politik yang diberlakukan. Indonesia dibawah orde baru, dikuasai oleh suatu sistem politik yang bercorak otoriter dan oligarkis. Kelas menengah muslim tidak mendapatkan keleluasaan dalam mengembangkan partisipasi politik sebagai dampak dari adanya intervensi dan dominasi kekuasaan. Perubahan dinamika politik terjadi pada paruh 1990, salah satunya ditandai dengan berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI). Kelahiran ICMI adalah muara dari tapakan panjang sejarah perjuangan kelas menengah muslim di Indonesia. ICMI melambangkan hubungan simbiotis antara agama dan negara, hubungan akomodatif antara Islam dan demokrasi. Kebangkitan peran politik kelas menengah muslim mensyaratkan terjadinya perubahan sistem politik dari yang otoriter menuju demokrasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan Studi Kepustakaan (Liberary Research). Analisis yang dikembangkan menggunakan metode analisis deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran sosial politik ICMI di era orde baru. Ulasan mengenai tujuan tersebut dikaji secara lebih mendalam menggunakan teori Hegemoni Anthonio Gramsci. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa ICMI menginginkan terbangunnya suatu tatanan demokrasi yang komprehensip. Demokrasi yang diharapkan mampu menciptakan perubahan tidak saja pada bidang politik namun juga pada bidang-bidang yang lain; sosial, ekonomi, budaya dan agama. Strategi demokratisasi yang ditempuh ICMI melalui mobilitas vertikal guna membangun relasi kuasa yang lebih berimbang dengan mengambil bagian dalam pendulum kekuasaan melalui penempatan tokoh-tokoh cendekiawan muslim dalam kabinet pemerintahan juga partai penguasa; Golkar. Pada titik ini, ICMI memainkan peranan sebagi kelompok intellectual countre hegemonic. Implikasinya, terbangunnya hubungan yang tidak konfrontatif antara umat Islam dengan pemerintah. Selanjutnya, ICMI mengembangkan agenda-agenda pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat sebagaimana yang tercermin dari tujuan ICMI yang disimbolisasi dengan Lima “K”; Kualitas Iman, Kualitas Fikir, Kualitas Karya, Kualitas Kerja dan Kualitas Hidup. Agenda-agenda tersebut direalisasi melalui departemen-departemen organisasi maupun badan-badan otonom yang didirikan seperti CIDES, Gerakan Wakaf Buku, Yayasan Amal Abadi Beasiswa Orbit, Kelompok Studi MASIKA, hingga penerbitan Koran Republika. Sebagai bagian dari eksponen bangsa dan umat, ICMI berada di garda depan dalam membangun tatanan demokrasi yang sehat, egaliter dan emansipatif-partisipatoris di Indonesia.]