Hak Waris Anak Yang Lahir dari Perkawinan Beda Agama

Abstract

Apabila dilihat dari sudut pandang Hukum Waris Islam, maka anak yang lahir dari perkawinan beda agama tidak mempunyai hak untuk mendapatkan harta waris apabila tidak seagama dengan pewaris yang dalam hal ini pewaris beragama Islam. Namun demikian apabila pewaris tidak beragama Islam (non-muslim), sedangkan ahli warisnya tidak seagama dengan pewaris (non-muslim), maka tetap berhak mewaris. Hal tersebut didasarkan pada hubungan darah antara pewaris dengan ahli waris, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 832 KUH Perdata maupun Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (KHI).  Hambatan hak mewaris anak yang lahir dari perkawinan beda agama adalah belum adanya unifikasi yang mengatur tentang waris karena dalam kenyataannya masih terdapat pluralisme hukum waris, sehingga dalam menyelesaikan masalah  hak mewaris anak yang lahir dari perkawinan beda agama masing-masing pihak tunduk pada hukum yang berbeda yaitu berdasarkan hukum agama atau adat. Namun demikian berkaitan dengan hal tersebut, hak mewaris anak yang lahir dari perkawinan beda agama dapat diatasi dengan dikeluarkannya Fatwa Munas VII Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 5/MUNAS-VII/MUI/9/2005 yang menyatakan bahwa pemberian harta kepada orang yang berbeda agama hanya dapat dilakukan dalam bentuk hibah, hadiah dan wasiat. Sehingga hambatan hak mewaris anak yang lahir dari perkawinan beda agama dapat teratasi.