Kesetaraan Gender Melalui Pendekatan Hermeneutika Gadamer dalam Kajian Q.S. Al-Hujurat Ayat 13

Abstract

Problem perempuan selalu menarik, hangat dan aktual yang tidak henti menjadi agenda pembicaraan dari zaman ke zaman. Ada fakta bahwa laki-laki mendominasi (super power) kedudukan dalam ranah keluarga, masyarakat, agama sampai dalam kompleksibilitas suatu Negara. Padahal Allah menilai manusia dari tingkat kualitas ketaqwaan dan keimanannya, bukan masalah gender. Salah satu teori hermeneutika yang popular adalah teori Hans George Gadamer. Teori ini mengatakan bahwa ketika seseorang melakukan proses penafsiran maka dirinya tidak luput dari keterpengaruhan sejarah ataupun situasi hermeneutika yang melingkupi penafsir tersebut. Gadamer mencoba menawarkan teori supaya penafsir tidak terjebak pada subyektifitas penafsir. Hermeneutika disini diharapkan mampu memberikan solusi penafsiran yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari tanpa mendominasi pada kajian subyektifitas, personalitas ataupun jenis kelamin dan gender. Hans-Georg Gadamer, seorang filosof Jerman yang lahir di Marburg tahun 1900 dan wafat pada tahun 2002 di Heidelberg. Teori pokok hermeneutika Gadamer saling terkait satu dengan lainya dan dapat diringkas sebagai berikut: a) Teori kesadaran keterpengaruhan oleh sejarah. b) Teori Prapemahaman. c) Teori Penggabungan/Asimilasi Horison dan Lingkaran Hermeneutika. d) Teori Penerapan/Aplikasi. Sementara Konsep kesetaraan gender para ulama` merujuk pada Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 13. Ayat ini menunjukkan semangat kesetaraan gender dalam Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa Allah tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan.