Islam Nusantara: antara Ideologi dan Tradisi

Abstract

Wacana Islam Nusantara[1] belakangan ini seolah menemukan momentumnya, terutama ketika istilah tersebut menjadi tema pada Muktamar NU ke-33 di Jombang, Jawa Timur, pada 1-5 Agustus 2015. Tema “Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia” sepertinya menjadi lompatan besar NU dalam penegasan kongkretisasi nilai-nilai Islam Nusantara yang secara normatif doktrinal menganut ajaran Islam Ahlussunnah wal jamaah.   [1] Islam Nusantara terdiri dari dua rangkaian kata, Islam dan Nusantara. Dua kata ini masing-masing mempunyai makna dan bisa membentuk frasa. Istilah Islam Nusantara memperlihatkan hubungan erat antara bagian yang diterangkan - menerangkan meski tanpa menimbulkan makna baru. Istilah Islam Nusantara masuk dalam kategori ‘aneksi’. Maka, ia sama sebangun dengan istilah ‘Islam di Nusantara’, atau ‘Islam dan Nusantara’. Dalam konteks ini, Nahdlatul Ulama dalam Muktamar ke-33 di Jombang yang mengusung tema tentang Islam Nusantara cukup logis dan ilmiah karena tidak menyalahi pakem ilmu Bahasa Indonesia; dan tidak merusak arti ‘Islam’ dan ‘Nusantara’ itu sendiri. Lebih lanjut, lihat M. Ramlan, Tata Bahasa Indonesia: Penggolongan Kata (Yogyakarta: Andi Offset, 1985).