RESEPSI MASYARAKAT PESISIR PANTAI AIR MANIS KOTA PADANG TERHADAP HADIS DALAM TRADISI RABA’AKIA

Abstract

Penelitian ini adalah berawal dari mistisme tentang hari Rabu akhir di bulan Safar yang diyakini masyarakat Air Manis sebagai sumber datangnya bala bencana. Agar terhindar dari penyakit dan bala bencana tersebut masyarakat melakukan ritual raba’akia. Pelaksanaan ritual ini diyakini oleh masyarakat bersumber dari hadis Nabi tentang datangnya wabah yang berketerusan di Rabu akhir bulan Safar. Pertanyaan mendasar dalam penelitian ini adalah bagaimana masyarakat meresepsi hadis tentang datangnya penyakit dan bala bencana di bulan Safar tersebut ke dalam tradisi raba’akia? Penelitian ini merupakan field research dengan menggunakan pendekatan etnografi dan perspektif living hadis sebagai kerangka dalam menganalisis data. Penulis mengelaborasi teori Islam Pesisir yang digagas Nur Syam untuk melacak bagaimana adaptasi Islam dan budaya lokal dalam tradisi raba’akia di pesisir Pantai Air Manis Kota Padang. Di samping itu teori ini digunakan juga untuk melihat bagaimana konstruksi sosial yang terjadi dalam tradisi tersebut. Sementara itu melalui pendekatan living hadis penulis berupaya mengungkap proses transmisi hadis ke tradisi raba’akia. Acuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah dengan mempedomani metode etnografi James P. Spradley (w. 1982) dengan melakukan wawancara, observasi partisipatoris, sebagai bentuk riilnya sebuah penelitian lapangan.Hasil penelitian penulis menyimpulkan tradisi raba’akia lahir akibat proses adaptasi Islam dan budaya lokal. Tumbuh dan berkembang tradisi ini dapat dilihat dari dua proses: transmisi dari hadis ke tradisi raba’akia dan perubahan dari budaya lokal ke budaya Islam lokal, adapun sejarah awalnya di bawa oleh Tuanku Syafi’i dari pariaman penuturan dari Tuanku Abu Sani, bisa juga dilihat dari praktik keagamaan masyarakat Air Manis punya relasi yang kuat dengan praktik basapa di Pariaman. Tokoh sentral dalam tradisi raba’akia adalah seorang Tuanku dari Ulakan Pariaman. Faktor ini memberikan titik temu antara tradisi raba’akia dengan tradisi basapa di Pariaman. Dalam tradisi raba’akia mempunyai makna yang dapat di simpulkan, Menumbuhkan Nilai Gotong-Royong dan  Mempererat Tali Silaturahim, Tradisi raba’akia sebagai identitas masyarakat Air Manis,  tradisi raba’akia sebagai cagar budaya dan icon wisata bagi pemerintah kota Padang, memahami Islam secara kaffah, tujuannya untuk 1. Berzikir untuk tulak bala, 2. Untuk mempertahankan tradisi, 3. Membangun rasa solidaritas sosial, 4. Sebagai identitas masyarakat pantai air manis. Meskipun demikian masyarakat berharap dengan ritual yang dilakukan dapat menangkal segala wabah yang terjadi khsusunya covid-19. Pelaksanaan tradisi tersebut untuk mempertahankan tradisi yang sudah turun temurun oleh masyarakat Air Manis Setiap prosesi dalam ritual raba’akia menunjukkan adanya “penyucian diri” dan “mengharap berkah” yang dilakukan dengan berbagai sarana. Salah satu yang menarik adalah penggunaan aia paureh atau air sakti yang diyakini masyarakat dapat memberikan keberkahan dan menolak penyakit dan bala bencana yang akan menimpa diri mereka.