PANCASILA DITEKAN, GEREJA TERTEKAN
Abstract
Dari waktu ke waktu Pancasila selalu menjadi topik utama dalam isu nasional di Indonesia. Semenjak dirumuskan dan dipergunakan sebagai ideologi negara yang merangkul dan mengayomi seluruh kepentingan dan golongan di Indonesia oleh bung Karno, Pancasila ternyata tidak pernah bebas dari kepentingan. Bung Karno dan Soeharto menggunakan Pancasila sebagai alat pukul bagi kelompok kanan dan kiri Indonesia. Pada akhirnya kelompok tertentu memberikan antipasti terhadap Pancasila dan ingin menggantikan ideologi yang merupakan hasil kompromi anak bangsa digantikan dengan ideologi syariah yang hanya mewakili golongan tertentu saja. Walaupun telah final kesepakatan piagam Jakarta tidak menjadi bagian dari lima dasar Pancasila, namun upaya-upaya mendongkel Pancasila sebagai ideologi negara terus bergulir sampai saat ini. Tekanan terhadap Pancasila; khususnya rongrongan terhadap sila pertama, ternyata berimbas terhadap gereja yang harus mengalami intimidasi, ancaman dan kekerasan sebagai hasil akhir dari intoleransi kebebasan beragama. Tujuan dari penelitian ini untuk memberikan gambaran melalui kajian sosial bagaimana tekanan terhadap Pancasila berimbas pada eksistensi dan operasional gereja di Indonesia. Diharapkan dengan mempergunakan metodologi atau kajian sosial ini diperoleh hasil atau deskripsi memadai bagaimana gereja melakukan langkah-langkah politis, etis dan konkrit dalam menyikapi keadaan ini. From time to time Pancasila has always been the main topic in national issues in Indonesia. Since it was formulated and used as a state ideology that embraces and protects all interests and groups in Indonesia by Bung Karno, Pancasila has never been free from interests. Bung Karno and Suharto used Pancasila as a tool to deomolished Indonesian extrems religious and marxism groups. In the end, those groups gave antipasti against Pancasila and wanted to replace the ideology which was the result of the compromise of the nation's children to be replaced with sharia ideology which only represented certain groups. Even though the Jakarta charter agreement has been finalized, it does not become part of the five principles of Pancasila, but efforts to overthrow Pancasila as the state ideology continue to this day. Pressure on Pancasila; especially the undermining of the first precepts, it turns out to have an impact on the church which has to experience intimidation, threats and violence as the end result of intolerance of religious freedom. The purpose of this study is to provide an overview through social studies how the pressure on Pancasila affects the existence and operations of the church in Indonesia. It is hoped that by using this methodology or social study, adequate results or descriptions of how the church takes political, ethical and concrete steps in addressing this situation are expected.