QIRA’AH MUBADALAH DAN ARAH KEMAJUAN TAFSIR ADIL GENDER: APLIKASI PRINSIP RESIPROSITAS TERHADAP Q. S. ALI IMRAN: 14
Abstract
AbstractThe issues of discrimination against women are not new in the history of humanity. It is noted that this discrimination has existed since pre-Islamic. Islam, with the rahmatan li al-alamin’s concepg, gaee nee breagh so as go speak gheir preeionslç marginalized righgs ghrongh ghe Holç message. The eomen’s hnmanigarian sgrnggle ghag had been so rigid and focnsed on eomen’s obligagion eighong regard for gheir righgs became more flexible. Bng ghis sgepping-stone that was built by Islam is not necessarily a prerequisite. This is seen in a number of qur 'an verses that seem to place a man as superiority so that often the masculine interpreters appear. This too has a great renown interpretation and has repeated discrimination against women. One of the most sexist texts that is Q. S. Ali Imran: 34 that places women as world jewelry for men without seeing the position of man in women's eyes. The qira 'ah mubadalah notion of giving a fresh breeze to sexist interpretations and making new offers to interpretation styles in particular that are meant to be meant for one subject only. With the mubadalah’s perspecgiee or ghe reciprocigç’s principle, ghe ingerpregagion of Ali Imran: 14 resnlgs in geo cengral ideas, (1) both have the same possibility as being "temptation" to one another, (2) both have to keep themselves from the temptations of the world. This paper is trying to apply the mubadalah theory to Ali Imran :14 in the attempt of the new tafsir and gender-fair application.AbstrakIsu-isu diskriminasi terhadap perempuan bukanlah hal baru yang muncul dalam sejarah kemanusiaan. Tercatat bahwa diskriminasi ini telah muncul sejak zaman pra-Islam. Islam yang rahmatan li al-alamin melalui pesan al-Qnr’an memberikan nafas baru bagi perempuan untuk lebih leluasa menyuarakan hak-haknya yang sebelumnya termarginalkan. Pergulatan kemanusiaan perempuan yang sebelumnya begitu kaku dan memforsir kewajiban perempuan tanpa memerhatikan hak-haknya menjadi lebih fleksibel. Namun demikian batu loncatan yang dibuat Islam tak serta merta secara mutlak. Hal ini terlihat dari beberapa ayat-ayat al-Qnr’an çang seolah menempagkan lelaki sebagai snperiorigas sehingga sering muncul tafsir yang terkesan maskulin. Aplikasi tafsir ini pun banyak yang telah masyhur dan seolah kembali mengulang diskriminasi terhadap perempuan. Salah satu ayat yang sering ditafsirkan secara seksis adalah Q. S. Ali Imran : 34 yang menempatkan perempuan sebagai perhiasan dunia bagi lelaki tanpa melihat posisi lelaki di mata perempuan. Gagasan qila’ah mjbada1ah memberikan angin segar terhadap penafsiran seksis yang terkesan bias gender dan memberikan tawaran baru terhadap gaya penafsiran khususnya ayat-ayat yang seolah dituju untuk satu subjek saja. Dengan perspektif mubadalah atau prinsip resiprositas, penafsiran terhadap Ali Imran : 14 menghasilkan dua gagasan ingi, (1) kednança memiliki kemnngkinan çang sama menjadi “godaan” sagn sama lain, (2) kednança harns menjaga diri dari godaan dunia. Tulisan ini berusaha mengaplikasikan teori mubadalah terhadap Ali Imran :14 sebagai upaya aplikasi tafsir yang berkemajuan dan adil gender.