HAKIKAT GUNUNG BERJALAN DALAM AL-QUR’AN (STUDI KOMPARATIF ATAS PENAFSIRAN SURAH AN-NAML AYAT: 88 DALAM KITAB MAFATIH AL-GHAIB KARYA FAKHRUDDIN AL-RAZI DAN TAFSIR AL-AZHAR KARYA BUYA HAMKA)

Abstract

Aktifitas penafsiran tidak pernah henti sejak masa Rasulullah hingga sekarang. Tidak jarang penafsiran tersebut dipengaruhi oleh sebuah kepentingan dan perkembangan ilmu pengetahun dan tekhnologi. Seperti halnya penelitian ini yang didorong oleh adanya perbedaan tafsir oleh mufassir klasik dan modern, tentang hakikat gunung berjalan dalam al-Qur’an. Dalam hal ini dibutuhkan sebuah metode komparasi mengenai tema ini, dalam rangka  menciptakan perspektif yang seimbang antara tafsir klasik yang dalam penelitian ini diwakili oleh Fakhruddîn ar-Râzî dan tafsir modern yang diwakili oleh Buya Hamka. Fokus penelitian ini adalah bagaimana gunung berjalan menurut Fakhruddîn ar-Râzî dan Buya Hamka, serta bagaimana persamaan dan perbedaan pemikiran keduanya. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif pustaka. Sementara sifat dari penelitian ini adalah deskriptif-analitis-komparatif. Deskriptif terdiri dari pengumpulan serta penguraian data. Adapun Analitis digunakan dalam rangka menganalisa data. Sedangkan komparatif digunakan untuk melihat perbedaan dan pesamaan antara penafsiran kedua tokoh tersebut terhadap penafsiran Q.S Al-Naml: 88. Dalam ayat tersebut, Fakhruddîn ar-Râzî menafsirkan bahwa gunung berjalan itu adalah salah satu tanda berdirinya hari kiamat yang ketiga. Beliau mengkaitkan hakikat gunung berjalan dengan konteks ayat sebelumnya yang menjelaskan tentang peristiwa ditiupnya sangkakala. Serta ayat sesudahnya yang menjelaskan tentang balasan amal baik dan buruk kelak di akhirat. Dimana gunung berjalan tersebut disebabkan karena diterbangkan oleh Allah sehingga seperti bulu domba yang berhamburan ditiup angin. Sedangkan menurut Buya Hamka> berjalannya gunung adalah sebuah hakikat yang terjadi saat sekarang (di dunia), dan berjalannya gunung tersebut disebabkan karena adanya pergerakan lempeng yang menyebabkan bumi bergerak. Sehingga karena gunung merupakan bagian dari bumi maka gunung itu ikut bergerak. Perbedaan di antara kedua mufassir tersebut terdapat pada argumen-argumen yang mereka kemukakan berkaitan tentang waktu terjadinya hakikat gunung berjalan dan penyebab terjadinya gunung berjalan. Sedangkan dalam hal fakta Fenoemena gunung berjalan mereka sepakat bahwa hakikat tersebut betul-betul terjadi.