Khuntsa dan Penetapan Statusnya dalam Pandangan Fiqh Kontemporer

Abstract

Khuntsa is a condition when an individual has two sexes and cannot be identified whether he is a woman and a man. Khuntsa can be divided into two types, 1) Khuntsa Musykil, which is a double genital condition where the determination of sex is very difficult, 2) Khuntsa Gahiru Musykil, a condition of multiple genitalia that can still be easily identified by its genitals. The new Jurisprudence still uses the old notion of khuntsa. Even so, khuntsa in the modern world is considered a possible sexual anomaly and can occur in some people. This study uses the literature research method or by using a theological normative approach that explains the main issues in the view of Islamic and positive law, and the divine side. Khuntsa also gave rise to psychological theories which show that this condition can trigger psychological problems which can affect physical and behavioral. The world of modern medicine categorizes khuntsa as genital anomalies that can be identified and can be treated. The recommended treatment is the same procedure as for sex changes. Although contrary to classical fiqh, in contemporary fiqh it can occur with consideration. One of the considerations given is the fiqh rule which is الضرر يزال which is also a strong proposition to prove the importance of establishing status for khuntsa.Khuntsa adalah suatu keadaan ketika seorang individu memiliki dua kelamin dan tidak dapat diidentifikasikan apakah dia perempuan dan laki-laki.  Khuntsa dibedakan menjadi dua macam, 1) Khuntsa Musykil, yaitu suatu keadaan kelamin ganda yang penentuan kelaminnya sangat sulit, 2) Khuntsa Ghairu Musykil, yaitu keadaan kelamin ganda yang masih dapat dengan mudah diidentifikasikan kelaminnya. Fiqh baru masih menggunakan pengertian lama mengenai khuntsa. Meskipun demikian, khuntsa di dunia modern dianggap sebagai anomali kelamin yang memungkinkan dan dapat terjadi pada beberapa orang. Tulisan ini menggunakan metode penelitian pustaka atau literature review dengan menggunakan pendekatan normatif teologis yang menjelaskan pokok persoalan dalam pandangan hukum Islam dan hukum positif, dan sisi ketuhanan. Keadaan khuntsa juga memunculkan teori psikologi yang menunjukkan bahwa keadaan ini dapat menjadi pemicu masalah psikologis bagi individu khuntsa tersebut yang dapat berpengaruh terhadap fisik dan perilaku. Dunia kedokteran modern mengategorikan khuntsa sebagai anomali kelamin yang dapat diidentifikasikan, dan dapat ditangani. Penanganan yang disarankan adalah prosedur yang sama seperti pada pergantian kelamin. Meskipun bertentangan dengan fiqh klasik, namun dalam fiqh kontemporer hal tersebut dapat terjadi dengan pertimbangan. Salah satu pertimbangan yang diberikan adalah kaidah fiqh yaitu الضرر يزال yang juga merupakan dalil yang kuat untuk membuktikan pentingnya penetapan status bagi khuntsa.