Wacana Poligami dalam Penafsiran Al Qur’an

Abstract

Penafsiran tentang poligami tidak terjadi secara monolitik. Hal itu merupakan konsekswensi logis dari sifat keterbukaan Al Qur’an dan iklim dialogis yang dikembangkannya. Pembacaan al Qur’an dan pemahaman terhadapnya selalu dipengaruhi oleh konteks psikologis, sosiologis, politis, dan budaya yang berlaku ketika proses pembacaan tersebut dilakukan. Pemaknaan sosiologis, politis, dan budaya yang berlaku ketika proses ayat poligami pada konteks masyarakat Arab abad ke-7 tentunya akan berbeda dengan pemaknaan masyarakat lainnya, apalagi di zaman yang berbeda. Bahkan orientasi pemikiran penafsirpun sangat menentukan corak pemaknaan (penafsiran) terhadap ayat tersebut. Sayid Qutb dan Thabathba’i merupakan dua tokoh tafsir yang hidup pada masa yang sama dan mewakili idiologi dan orientasi pemikiran yang berbeda. Perbedaan latar belakang ideologi/pemikiran kedua penafsir  ini diduga membawa pada perbedaan cara pemahaman dan penyampaian surat an Nisaa’ ayat 2-3. Perbedaan tersebut nampak dalam uraian dan argumentasi yang dibangun oleh kedua penafsir ketika menjelaskan ayat 2-3 surat an Nisaa’ tersebut. Konstruksi teks yang mereka buat secara implisit mencerminkan latar belakang idiologis dan kepentingan mereka masing-masing. Kata kunci: Poligami dalam Al-Qur’an,  Analisis Tematik, Tafsir Fii Zhilaal Al Qur’an