ORTODOKSI VERSUS HETERODOKSI: ISLAM DAN POLARISASI MEDIA DI INDONESIA MENJELANG PILPRES 2014

Abstract

Perdebatan mengenai relasi islam dan Negara tidak pernah benar-benar padam dalam konteks politik di Indonesia. Perdebatan tersebut tidak pernah lepas dari tarik akar perdebatan sesungguhnya disekitar wacana hubungan Islam dan Negara yaitu islam ortodoksi dan islam heterodoksi. Aliran ini sesekali muncul dan mengemuka dalam momentum-momentum penting suksesi kepemimpinan nasional seperti pada pilpres tahun 2014. Seperti yang kita ketahui pilpres 2014 silam, terdapat dua pasang calon presiden yang diusung oleh gabungan partai politik yang berlatar belakang partai yang beraliran ortodoksi dan heterodoksi. Kendati kedua pasangan calon sama-sama didukung oleh partai politik yang berasal dari aliran ortodoksi dan heterodoksi di Indonesia, namun anggapan masyarakat terhadap kedua pasangan telah terbentuk terutama tidak terlepas dari andil media massa. Dari sinilah yang menjadi titik tekan bagaimana gambaran aliran politik Islam di Indonesia, apakah aliran politik islam masih relevan untuk membaca dinamika politik di Indonesia dan bagaimana wacana ortodoksi dan heterodoksi Islam dalam pemberitaan media menjelang pilpres 2014. Dalam memahami realita diatas sangat relevan dijabarkan melalui teori konstruksi sosial dan analisis wacana model Norman Fairclough yang memberikan fokus terhadap tiga dimensi yaitu : pertama, analisis mikrostruktur (proses produksi) dimana analisis ini dilakukan dengan menganalisis teks dengan cermat dan focus supaya dapat memperoleh data yang dapat menggambarakan representasi teks. Kedua, analisis mesostruktur (proses interpretasi), yaitu dengan memfokuskan pada dua aspek yaitu produksi teks dan konsumsi teks. Dan ketiga, analisis makrostruktur (proses wacana) yaitu menganalisis fenomena dimana teks dibuat. Berdasarkan pembahasan terhadap aliran politik Islam di Indonesia menunjukkan secara umum peta aliran politik di Indonesia belum berubah secara signifikan. Peta politik yang ada menunjukkan adanya kecenderungan kalangan pemilih ortodoks yang masih mempertahankan motif lama dalam pentas politik nasional. Mereka mempertahankan alasan memilih berdasarkan landasan keagamaan (Islam). Selanjutnya, kalangan modernis atau heterodoks yang berpendapat bahwa Islam tidak mempunyai sistem negara yang detail tetapi di dalamnya terdapat nilai etika kehidupan bernegara.