Kebijakan Pemerintah Kabupaten Wonosobo menuju Kabupaten Ramah Hak Asasi Manusia

Abstract

Konsep human rights city adalah sebuah konsep kota hak asasi manusia (HAM) yang diluncurkan pada tahun 1997 oleh People's Movement for Human Rights Education/Learning. Konsep tersebut kemudian dikembangkan lebih lanjut terutama oleh World Human Rights Cities Forum (WHRCF). Semenjak gerakan global ini mendapatkan pengakuan dan dukungan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2013 melalui Resolusi Dewan HAM PBB No. 24 tahun 2013 mengenai peran pemerintah daerah dalam penghormatan dan perlindungan HAM, maka konsep ini mulai dikenalkan di Indonesia yang kemudian diterjemahkan sebagai kabupaten/kota ramah HAM. Kabupaten Wonosobo adalah salah satu kabupaten yang sedang menerapkan konsep human rights city ini. Lalu, apa yang melatarbelakangi Kabupaten Wonosobo menerapkan konseptersebut dalam sebuah kebijakan publik, dan bagaimana kebijakan tersebut bila dipandang dari kacamata siyasah dusturiyyah? Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa munculnya kebijakan Kabupaten Wonosobo Ramah HAM dilatarbelakangi oleh program dari pemerintah pusat seperti RANHAM jilid 3, Permenkumham no. 25 tahun 2013, inspirasi dari Kota Gwangju sebagai human rights city, adanya fitur-fitur kompatibel sebagai modal awal menjadi kabupaten ramah HAM, dan juga dukungan dari WHRCF. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjadikan HAM sebagai prinsip dasar dan kerangka kerja dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat di Kabupaten Wonosobo. KebijakanKabupaten Wonosobo Ramah HAM ini sangat sejalan dan relevan dengan prinsip-prinsip siyasah dusturiyyah, khususnya mengenai hak dan kewajiban antara imam dan rakyat. Kewajiban ulil amri melakukan kebijakan sebagai pengaturan bagi rakyatnya/warganya demi terwujudnya kemaslahatan bersama sangat tercermin dalam keseluruhan proses kebijakan Kabupaten Wonosobo Ramah HAM. Namun, karena kurang meratanya sosialisasi dari pihak Pemda terhadap warga Kabupaten Wonosobo, menyebabkan ketidaktahuan sebagian warga terhadap kebijakan ini, khususnya mereka yang tinggal di daerah pinggiran kota dan pedesaan.