ANTROPOLOGI JILBOOB: POLITIK IDENTITAS, LIFE STYLE, DAN SYARI’AH
Abstract
Relevansi jilbab dalam konteks keindonesiaan tidak pernah lepas dengan perpolitakan. Fenomena tersebut terindikasi ketika adanya legitimasi pemerintah yang membolehkan jilbab dipakai di tempattempat umum maupun sekolah-sekolah umum. Jilbab bukan lagi fenomena kelompok sosial tertentu, tetapi sudah menjadi fenomena seluruh lapisan masyarakat. Fenomena jilbab memaksa pemerintah memunculkan aturan-aturan hukum, mulai dari Perda-perda yang mengatasnamakan Syaria’at Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari Intruksi Walikota Padang pada tahun 2005 yang mewajibkan pemakaian jilbab dan busana islam. Perda Kota Tangerang, Gorontalo, Daerah Otonomi Khusus Nangro Aceh Darusalam (NAD), Tasikmalaya tahun 2001, Cianjur tahun 2001, Solok tahun 2002, Maros tahun 2002, Bulukumba tahun 2003, dan daerah lainnya yang semuanya mengarah pada kewajiban pemakaian jilbab. Dari sinilah penulis tertarik untuk mengkaji fenomena jilbab dalam ranah keilmuan antropologi, yakni melihat fenomena jilbab dalam kaitannya dengan persoalan politik identitas, life style, dan pemaknaan syari’ah dalam realitas kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat.