PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP PENERIMAAN PENINJAUAN KEMBALI MAHKAMAH AGUNG (Studi Putusan Mahkamah Agung No 39 PK/Pid.Sus/2011)
Abstract
Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung, penegakan hukum tak lebih baik. Rusaknya hakim bukan hanya terjadi pada pengadilan tingkat bawah, tetapi juga terjadi di tingkat Mahkamah Agung. Buktinya terlihat pada penerimaan putusan peninjauan kembali gembong narkoba yakni Hengky Gunawan. Hengky Gunawan yang di tingkat kasasi dihukum mati, kemudian pada tingkat peninjauan kembali di anulir hukumannya menjadi 15 (lima belas) tahun penjara dan denda Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) subsidair selama 4 (empat) bulan kurungan. Putusan Mahkamah Agung tersebut dianggap akan menjadi preseden buruk dalam pemberantasan kejahatan narkoba dimana kejahatan narkoba merupakan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa, seperti halnya korupsi dan terorisme. Putusan tersebut pun dianggap belum bisa menjadi yurisprudensi, karena Indonesia masih mengenal hukuman mati. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penerimaan peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung terhadap putusan No 39 PK/Pid.Sus/2011, menurut hukum Islam institusi peninjauan kembali (PK) telah ada dan diakui dalam Islam serta dapat diberlakukan dalam jarīmah (tindak pidana) hūdud dan ta’zīr asalkan tidak menyimpang dari kaidah Islam dan rasa keadilan. Sedangkan pertimbangan majelis hakim peninjauan kembali terhadap putusan tersebut terkait adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata, merupakan pertimbangan yang tidak tepat dan tidak dapat dibenarkan untuk menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.