RITUAL “NYEKAR”, CULTURAL CAPITAL, DAN MOBILITAS POLITIK DI INDRAMAYU

Abstract

Kebudayaan dan politik ialah dua sisi yang tidak bisa dipisahkan. Budaya suatu masyarakat secara otomatis akan membentuk perilaku masyarakat tersebut, tak terkecuali perilaku politiknya. Hal ini bisa kita lihat pada budaya Ritual Nyekar yang dilakukan oleh masyarakat Indramayu. Bagi sebagian orang, Ritual Nyekar hanyalah aktifitas wajar yang dilakukan untuk mendo’akan seseorang yang telah meninggal. Kenyataan lain justru ditemukan pada masyarakat Indramayu yang menggunakan Ritual Nyekar sebagai salah satu medium dalam mobilisasi politik. Fenomena demikianseakan berbanding terbalik dengan modernisasi yang terjadi pada masyarakat Indramayu. Cultural Capital ialah salah satu modal yang dimaksud oleh Bourdieu. Ritual Nyekar kemudian bertransformasi sebagai budaya yang dapat dijadikan modal guna memobilisasi dan meraih simpati masyarakat Indramayu oleh para elit politiknya. Hal tersebut terjadi dikarenakan masyarakat Indramayu sendiri secara aktif meminta para elit politik yang didukungnya untuk melakukan Ritual Nyekar, Khususnya pada saat musim pemilu tiba. Oleh karena itu, menarik sekali untuk dilakukan penelitian bagaimana Ritual Nyekar bertransformasi dalam geliat moblisasi dan modal politik masyarakat Indramayu. Kajian ini menggunakan pendekatan antropologi sosial dengan teori Simbol Geertz. Simbol bekerja dengan cara merepresentasikan Ritual Nyekar sebagai cara kehidupan beragama masyarakat Indramayu yang kemudian mempengaruhi perilakunya dalam berpolitik. Ritual Nyekar kemudian bertransformasi dalam ekspresi politik menjadi alat legitimasi agama dalam perpolitikan masyarakat Indramayu. Penelitian ini menemukan kesimpulan bahwa Ritual Nyekar bertransformasi menjadi medium mobilisasi dan modal politik berbasis budaya yang memberikan jaminan, atau paling tidak kesempatan politik yang cukup besar.