Pandangan Tokoh Agama Tentang Harta Hibah Yang Dianggap Sebagai Harta Waris Dalam Perspektif Hukum Islam
Abstract
Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tentang bagaimana praktik pembagian harta waris terutama harta hibah yang dianggap sebagai harta waris menurut para tokoh agama di Indonesia terutama di Desa Kalirejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan apakah di bagi berdasarkan hukum Islam atau menggunakan metode hukum lain yang dipakai oleh masyarakat setempat. Informan dan Lokasi dalam penelitian ini adalah beberapa tokoh agama yang ada di Desa Kalirejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan. Tokoh agama dipilih sebagai informan karena tokoh agama merupakan sesorang yang dijadikan panutan oleh masyarakat. Hukum Islam yang bersumber pada al-Qur’an mengajarkan bahwa ada perbandingan bagian masing-masing harta waris pada ahli waris laki-laki dan perempuan. Ahli waris laki-laki mendapatkan bagian dua kali lipat dari bagian ahli waris perempuan dikarenakan tanggung jawab seorang laki-laki lebih besar daripada perempuan. Selain itu, dalam sistem pembagian harta waris, harta waris dibagikan ketika pewaris telah meninggal dunia. Berbeda dengan para tokoh agama dan masyarakat di Desa Kalirejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik pembagian harta waris yang dilakukan di wilayah setempat adalah dengan membagi harta waris sebelum pewaris meninggal dunia dalam artian pewaris membagi sendiri harta warisnya kepada para ahli warisnya dengan tetap menggunakan ketentuan 1:2 bagi laki-laki dan perempuan. Pembagian harta waris yang seharusnya dinamakan harta hibah dapat dijadikan sebagai warisan dengan syarat harta tersebut berasal dari orang tua ahli waris. Ketentuan ini terdapat pada Kompilasi Hukum Islam pasal 211 yang menyatakan bahwa hibah orang tua untuk anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan.