Historical, Philosophical and Sociological Arguments of the Sharia Enforcement Struggle by the KPSI in South Sulawesi
Abstract
Artikel ini membahas argumen historis, filosofis, dan sosiologis perjuangan penegakan syariat Islam oleh Komite Penegakan Syariat Islam (KPSI). Secara historis, proponen pendukung KPPSI menyakini bahwa ide perjuangan syariat memiliki akar historis yang kuat di daerah ini. Begitu pula argumen filosofis dan sosiologis. Tetapi, meskipun benar bahwa argumen-argumen yang mendasari keinginan untuk memberlakukan syariat Islam itu sebagian besarnya dapat dibenarkan secara normatif, namun kenyataan bahwa secara politik tidak terdapat situasi yang dapat diinterpretasikan sebagai alasan pembenar yang mendasar untuk menuntut gagasan itu, menjadikan gagasan tersebut masih sebatas wacana. Apalagi, jika kemudian perjuangan ke arah itu ditempuh lewat mekanisme politik dengan tuntutan adanya payung hukum berupa otonomi khusus, maka tampaknya gagasan tersebut terasa kurang populer. This article analyses the historical and philosophical-sociological arguments of the struggle for the enforcement of Islamic law by the Islamic Sharia Enforcement Committee (KPSI). Historically, proponents supporting KPPSI believe that the idea of the Shari'a struggle has strong historical roots in this area. The same goes for philosophical and sociological arguments. The arguments underlying the desire to enforce Islamic law are largely and normatively justified. However, this study has found out that there is no political situation that can be interpreted as a fundamental justification for demanding the idea makes the idea still a discourse. In fact, the struggle within KPSI’s direction pursued through political mechanisms too, with the demand for a legal umbrella in the form of special autonomy. Therefore, the idea of the enforcement of Islamic law, the author argues, seems to be less popular.