Pengamalan Al-Qur`an Perspektif Post-Feminisme Simone De Beauvoir

Abstract

Kesetaraan gender merupakan diskursus yang masih tetap hangat diperbincangkan bahkan menjadi perdebatan para feminis Muslim sampai sekarang. Penggagas dan pendukung kesetaraan gender tidak jarang mempersoalkan hukum Islam yang dianggap kurang adil dalam memposisikan laki-laki dan perempuan. Bermula dari kesadaran akan ketertindasan perempuan oleh sistem yang patriakis inilah muncul kajian tentang perempuan yang kemudian diistilahkan “feminisme” salah satu gagasannya adalah pembebasan yang mengkonsentrasikan pada upaya pengangkatan drajat perempuan agar bisa setara dengan kaum laki-laki dan bebas dari eksploitasi dan tidak mengenal adanya diskriminasi jenis kelamin. Simone De Beauvoir adalah salah satu tokokh feminis yang menyuarakan kebebasan perempuan akan kedudukan mereka yang berbeda dari laki-laki. kebebasan perempuan haruslah didukung oleh semua pihak dan membuat mereka mampu untuk menjadi dirinya sendiri, mampu untuk memilih dan menentukan sikap Menurut Simone de Beauvoir, perempuan dikonstruksikan oleh laki-laki melalui struktur dan lembaga laki-laki. Karena perempuan tidak memiliki esensi seperti juga laki-laki, jadi perempuan tidak harus menjadi apa yang diinginkan oleh laki-laki. Perempuan dapat menjadi subjek dengan terlibat dalam kegiatan positif dalam masyarakat. Hal ini juga sejalan dengan semangat Q.S an-Nisa/4: 32 adanya hak bagi laki-laki dan perempuan untuk terlibat di wilayah publik. Menurut de Beauvoir, strategi yang dapat dilakukan perempuan untuk tidak tertindas dari laki-laki, adalah : Pertama, perempuan dapat bekerja. Kedua, perempuan menjadi seorang intelektual. Ketiga, perempuan mampu mandiri. Gagasan ini juga sejalan dengan semangat Q.S at-Taubah/9: 71 bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan derajat  yang sama dalam setiap aspek kehidupan seperti berbuat yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar. Konsep yang digagas de Beauvoir ini disebutnya sebagai post-feminisme.