ISLAM DAN NASIONALISME: K.H. SYARIF RAHMAT DAN JAMA’AH PADASUKA

Abstract

Abstrak Kejatuhan rezim Suharto tidak saja mewartakan kebebasan, tetapi juga menyediakan arena kontestasi bagi otoritas keberagamaan yang nyatanya tidak tunggal. Ketidaktunggalan otoritas beragama ini menegaskan bahwa tidak ada wacana yang merupakan entintitas tertutup. Ia senantiasa mengalami transformasi oleh karena kontak dengan wacana lain. Penelitian ini hendak mengkaji otoritas Kiyai Syarif dan jama’ah Padepokan Sunan Kalijaga (Padasuka). Dengan merujuk pada pandangan poststrukturalisme, tulisan ini menggarisbawahi konstruksi keagamaan yang mendasarkan pada lokalitas dalam bingkat nasionalitas. Wacana keagamaan yang dikonstruk Kiyai Syarif juga membalik wacana pola pikir masyarakat terhadap hal-hal yang dianggap negatif atau minimal tidak terakomodir; warna hitam, dukun, hal-hal yang tradisional dan wacana keindonesiaan. Dengan otoritas kharisma, Kiyai Syarif membentuk pengetahuan dan praktek beragama yang unik dan tak biasa. Studi ini menegaskan bahwa modernitas tidak hanya memunculkan kesalehan masyarakat perkotaan, tetapi juga kerinduan akan tradisionalisme dan nasionalitas. Keberagamaan yang dikonstruk ini menunjukan counter culture dalam bentuk protes sosial dan negosiasi budaya.terhadap diskursus religiusitas yang dianggap lebih mapan dan final. Kata Kunci: Otoritas agama, Kiyai, lokalitas-nasionalitas, nasionalisme, Islam.