Penerapan Akad Wadiah di Perbankan Syariah

Abstract

Dalam bisnis kontemporer, masalah penitipan modal pada lembaga perbankan dengan berbagai macam sistem yang biasanya melalui sistem tabungan, giro dan deposito. Barang titipan (Al-Wadi’ah), secara bahasa lughatan ialah secara sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya supaya dijaganya (mawudi’ah ‘inda ghairi malikihi layahfadzahu), berarti bahwa al-wadi’ah ialah memberikan. makna yang kedua al-wadi’ah dari segi bahasa ialah ‘menerima’, seperti seseorang berkata,“awda’tuhu” artinya ‘aku menerima harta tersebut darinya’ (qabiltu minhu dzalika al-mal liyakuna wadi’ah indi). Makna al-wadi’ah memiliki arti, yaitu memberikan harta untuk dijaganya dan pada penerimaannya (i’tha’u al-mal liyahfadzahu wa fi qabulihi). Dalam pelaksanaan Wadi’ah harus memenuhi rukun dan syarat tertentu. Al-jaziri mengungkapkan pendapat para imam madzhab adalah sebagai berikut.Menurut Hanafiyah, rukun al-wadi’ah ada satu, yaitu ijab dan qabul. sedangkan yang lainnya termasuk syarat dan tidak termasuk rukun. Menurut Hanafiyah, dalam shighah ijab dianggap sah apabila ijab tersebut dilakukan dengan perkataan yang jelas (sharih) maupun dengan perkataan samaran (kinayah). Hal ini berlaku juga untuk kabul, disyaratkan bagi yang menitipkan dan yang dititipi barang dengan mukalaf. Tidak sah apabila yang menitipkan dan yang menerima benda titipan adalah orang gila atau anak yang belum dewasa (shabiy). Keuntungan (Laba) dalam Wadi’ah beberapa ulama’ yang memperbolehkan dan ada yang tidak memperbolehkan. Rusak dan hilangnya benda Titipan apabila orang itu sengaja maka barang titipan itu harus diganti apabila ada unsur ketidaksengajaan maka perlu kesepakatan dari pihak pemilik.