Melagukan al-quran dengan langgam jawa: Studi Terhadap Pandangan Ulama Indonesia

Abstract

Beberapa tahun lalu dalam suatu forum, al-Qur‟an dibacakan dengan lagu (nada) atau langgam yang tidak biasa, yaitu langgam Jawa. Tentu saja ini langsung menuai polemik di kalangan para ulama di Indonesia. Ini tentu saja menarik untuk dikaji, sehingga menjadi rumusan masalah untuk diteliti antara lain: (1) siapa saja ulama yang kontra dengan membaca al-Qur‟an dengan langgam Jawa, apa dan bagaimana argumennya? (2) siapa saja ulama yang pro atau setuju dengan membaca al-Qur‟an dengan langgam Jawa, apa dan bagaimana argumennya? (3) bagaimana persamaan dan perbedaan di antara kedua kelompok ulama yang berbeda pandangan ini? Artikel ini dari kajian riset yang bersifat kualitatif dengan sumber data primer berupa pandangan para tokoh ulama yang terlibat dalam pro dan kontra mengenai melagukan al-Qur‟an dengan langgam Jawa. Ditemukan hasil riset berupa; Pertama, para ulama yang kontra dalam hal ini diantaranya: Prof. Dr. KH. Agil Husin Munawwar, M.A, Habib Riziq Syihab, M.A, Ust. H. Tengku Zulkarnain, Muammar ZA, dan Hj. Maria Ulfah, M.A, dengan alasan Al-Qur‟an adalah kitab suci Allah, tidak dapat dipadukan dengan langgam selain langgam yang telah disepakati jumhûr „ulama. Kedua, di anatara ulama al-Qur‟an yang pro terhadap langgam Jawa ini diantaranya: Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A, Prof. Dr. Quraish Shihab, M.A, Prof. KH. Ali Mustafa Ya‟qub, dan M.A, Prof. Dr. KH. Ma‟ruf Amin, M.A dengan alasan boleh saja melagukan al-Qur‟an dengan langgam lain (Jawa) asalkan tidak keluar dari Tajwid yang benar dan tidak memaksakan langgam tersebut hingga menlanggar tajwid. Selain itu, ada juga ulama yang berpandangan moderat diantaranya Dr. KH. Ahmad Fathoni, Lc, M.A dan Romlah Widayati, dengan alasan melagukan al-Qur‟an dengan langgam apapun boleh, namun ini jangan dibesar-besarkan, dikhawatirkan akan merusak kaidah tajwid. Karena standar membaca al-Qur‟an itu tartil. Ketiga, persamaan kelompak yang setuju dan tidak setuju, sama-sama mengutamakan membaca al-Qur‟an dengan tajwid. Adapun perbedaannya, kelompok yang membolehkan al-Quran langgam Jawa, sebenarnya membolehkan dengan syarat tidak keluar dari aturan tajwid, sementara kelompok yang menolak langgam Jawa, adalah menolak langgam yang dapat menghinakan al-Qur‟an dan jika melanggar tajwid.