AKTUALISASI SASU’U SALEMBA DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT BIMA

Abstract

Secara umum di Indonesia belum terbentuk unifikasi hukum waris. Terlihat dari pluralitas hukum waris yang digunakan oleh masyarakat tanpa adanya sanksi bila memakai salah satu hukum waris tersebut (hukum waris Islam, hukum waris Perdata dan hukum Waris Adat). Dari sisi teologi, masyarakat muslim berkeinginan membagi warisan sesuai dengan kaidah al-Quran dan Sunnah. Akan tetapi, karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan pembagian warisan secara Islam menyebabkan masyarakat membagi sesuai kehendak mereka. Lembaga peradilan yang menangani kewarisan hanya terbatas pada lingkup sengketa saja, tidak memberi edukasi bagaimana membagi warisan secara Islam. Masalah ini yang dihadapi masyarakat Bima saat ini dan entah sampai kapan akan berlanjut. Sasu’u Salemba dipahami sebagai metode pembagian warisan secara Islam dan dianggap telah dilaksanakan oleh masyarakat Bima. Padahal dalam kenyataannya bahwa pembagian warisan masyarakat Bima berdasarkan asas musyawarah mufakat. Dimana konteks tersebut menunjukkan bahwa jargon Sasu’u Salemba tinggal teori masa lalu bagi masyarakat Bima, bukan lagi dogma yang dipercaya sebagai bawaan agama yang harus dijalankan.