TRADISI MENYEDIAKAN PEKARANGAN DAN RUMAH SEBAGAI KONSEP PERJANJIAN PERKAWINAN TIDAK TERTULIS PADA PERKAWINAN MASYARAKAT BIMA (STUDI KASUS DI KEC. BELO)

Abstract

Perkawinan yang menjadi lembaga pengesahan hubungan laki-laki dan perempuan tidak harus selalu dipandang sebagai wadah ibadah kepada sang pencipta. Tetapi ada hubungan kemanusiaan yang juga perlu dijaga dimana antara suami dan istri harus diberi perlindungan yang sama dalam hal pembagian harta bawaan apabila terjadi perceraian. Oleh masyarakat Belo dibuat sebuah perjanjian perkawinan dalam bentuk yang berbeda yakni perjanjian perkawinan di bawah tangan atau tidak tertulis dengan dalih meneruskan tradisi nenek moyang yang telah lama hidup dalam masyarakat. Tradisi tersebut sifatnya lisan yakni ucapan kedua keluarga ketika bertemu untuk menyepakati komitmen menyatukan keluarga beserta harta yang akan dibawa oleh masing-masing pihak. Ucapan tersebut juga memiliki akibat hukum bagi pihak suami maupun istri, karena meskipun sifatnya lisan tetap menimbulkan hak dan kewajiban bagi mereka.