PEMBANGUNAN KESATUAN DOGMA DAN POLITIK DALAM PIAGAM MADINAH

Abstract

Perkembangan suatu masyarakat tidak terlepas dari sistem norma dalam masyarakat itu, seperti Islam, Kristen, ataupun Yahudi, dari awal perjalanannya tidak terlepas dari sistem norma dalam instrumen wahyu dan instrumen kerasulan yang didalamnya terdapat prinsip-prinsip ajaran agama, sistem sosial, budaya dan politik yang terimplementasi dalam interaksi sosial yang melekat dalam suatu wilayah, dari sistem sosial inilah maka akan melahirkan sistem prilaku. Dengan demikian perbedaan dogma yang menjadi norma dalam suatu masyarakat akan melahirkan prilaku politik dan sosial yang berbeda-beda. Berangkat dari pemikiran diatas memunculkan suatu asumsi baru, bahwa perbedaan suatu dogma akan melahirkan perbedaan dalam sistem sosial dan sistem politik seperti yang disaksikan dalam perkembangan sosial dan politik dari berbagai negara. penelitian ini ingin menunjukkan bahwa perbedaan dogma dalam sistem sosial dan sistem politik mampu melahirkan kesatuan dalam praktek politik dalam suatu negara. Hal ini yang mengispirasi penulis untuk mengkaji Piagam Madinah sebagai suatu konstitusi bagi masyarakat yang berbeda-beda dalam dogma, tetapi mampu membangun suatu sistem politik (negara) dalam kesatuan praktek-praktek politik. Bagaimana perbedaan dogma melahirkan kesatuan dalam Piagam Madinah ?, Nilai-nilai apa saja yang menjadi pijakan masyarakat dalam Piagam Madinah ?, Bagaimana proses pembangunan wawasan kebangsaan dalam Piagam Madinah ?. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research). Data dikumpulkan dari berbagai literatur, baik yang bersumber dari perpustakaan maupun dari internet (website) yang berhubungan dengan Dogma dan Politik dalam Piagam Madinah. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yakni data dogma dan politik dalam Piagam Madinah, disusun sesuai dengan fokus penelitian dan dianalisa dengan teori yang memiliki korelasi. Pendekatan dalam penelitian ini adalah normatif-filosofis yakni data di relevansikan dengan teks teori motif dan teori Maqasid Syariah. Hasil penelitian ini adalah, Pertama, Proses Pembangunan Kesatuan dalam perbedaan dogma dan politik dalam Piagam Madinah diawali dari Muhammad Rasulullah untuk pertama kali mendapat pengakuan sebagai pemimpin dan kelompok penduduk Madinah pada Baiat 'Aqabat Pertama (621 M) dan Baiat 'Aqaba/ Kedua (622 M). Dalam ikrar baiat itu, selain pengakuan tersebut dan keimanan kepada beliau sebagai Rasul Allah serta penerimaan Islam sebagai. agama mereka, terdapat juga pernyataan kesetiaan, ketaatan, dan penyerahan kekuasaan kepada beliau. Posisinya ini kemudian menjadi kuat setelah di Madinah. Ini tampak dalam langkah beliau yang mampu mengendalikan orang-orang Islam Muhajirin dan Ansar secara nyata dan efektif dengan mempersaudarakan mereka dan membuat kesepatakan dengan suku, agama yang ada di dalam Masyarakat Madinah yang disebut Piagam Madinah. Langkah inilah sejalan dalam teori motif bahwa Mihammad Rasulullah bergabung dalam suatu masyarakat, kostruk pemikiran sejalan dengan Rasulullah yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam untuk masa depan masarakat yang mempunyai satu kesatuan dengan pencapaian Piagam madinah, maka dari situlah lahir prilaku yang sejalan dengan konstruk pemikiran yang dibawa oleh Muhammad SAW. Kedua, Nilai-nilai yang menjadi pijakan masyarakat dalam pembentukan Piagam Madinah yang paling mendasar adalah hak atas kebebasan beragama, hak atas persamaan di depan hukum. hak untuk hidup, dan hak memperoleh keadilan. Sedangkan secara keseluruhan nilai-nilai dalam Piagam Madinah dalam pembangunan politik pemerintahan adalah pembentukan umat, hak asasi manusia, persatuan seagama, persatuan segenap warga negara, melindungi golongan minoritas, mengatur warga negara, melindungi negara, pimpinan negara, politik perdamaian, dan kesepakatan bersama. Hal ini sejalan dengan teori Maqasid Syariah yang bersifat daruriyat (keniscayaan) yaitu perlindungan agama, perlindungan jiwa, perlindungan harta, perlindungan akal, perlindungan keturunan. Ketiga, Masyarakat Madinah merupakan komunitas heterogen yang terdiri atas berbagai suku, kepercayaan dan agama. Perselisihan dan perang saudara serta perang antarsuku menjadi pemandangan biasa dalam kehidupan sehari-hari. Pada intinya, saat itu kota Madinah tengah dilanda kekacauan sosial-politik. Dalam konteks demikianlah, Piagam Madinah dibuat dan lahir dari tangan Muhammad SAW yang dibuat berdasarkan kesepakatan bersama. Piagam ini menjadi naskah bersama suku-suku yang ada dalam kota Madinah yang memuat berbagai perjanjian untuk hidup bersama, berdampingan, saling menghormati dan juga saling menjaga. Dengan naskah Piagam Madinah tersebut, realitas sejarah menunjukkan bahwa Muhammad SAW berhasil secara gemilang menyatukan berbagai perbedaan dalam masyarakat Madinah sehingga terbentuklah wawasan kebangsaan dalam keberagaman agama.