REKONSTRUKSI PEMBERI GRATIFIKASI SEBAGAI SUBYEK TINDAK PIDANA KORUPSI
Abstract
Gratifikasi terjadi karena adanya penerima gratifikasi dan pemberi gratifikasi. Namun demikian pemberi gratifikasi hingga saat ini belum diatur oleh peraturan perundang-undangan sebagai suatu tindak pidana. Hal ini terjadi pada kasus Samin Tan, dimana majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta melepaskan Samin Tan dari dakwaan pemberian gratifikasi sejumlah Rp5 miliar kepada Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR periode 2014-2019. Kebijakan formulasi mengenai gratifikasi yang telah ada saat ini ada di dalam UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 jo UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi memerlukan penyusunan ulang (rekonstruksi) terutama dalam substansi pengertian gratifikasi, pelaporan penerimaan gratifikasi kepada KPK, sanksi pidana, dan kualifikasi pemberi dan penerima gratifikasi, sehingga optimalisasi penerapan dan penegakan hukum sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu kepastian dan keadilan. Rekonstruksi pemberi gratifikasi sebagai subyek tindak pidana korupsi harus didasarkan pada tinggi rendah gratifikasi dan suap sesuai dari inti definisinya. Suap memiliki definisi adanya hubungan sebab akibat dari perbuatan yang mengakibatkan atau mempengaruhi seseorang dalam jabatannya sebagai penyelenggara negara terhadap kepentingan pemberi suap. Sedangkan gratifikasi seharusnya hanya sebuah pemberian hadiah saja, tanpa harus mengaitkan adanya timbal balik perbuatan. Dengan adanya bembedaan yang jelas antara perbuatan suap dengan gratifikasi murni yang tidak mengarah pada suap, maka dapat ditentukan bobot pemidanaan terhadap hal tersebut. Begitupula pada pemberi gratifikasi, apabila dikatakan sebagai suap, maka harus jelas berapa hukuman yang diberikan kepadanya. Misalnya Pemberi Gratifikasi sebagaimana Pasal 12 B Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah sama seperti penerima gratifikasi. Dengan demikian efek aturan tersebut dapat dirasakan seimbang karena memusnahkan supplay and demand dari perbuatan yang dilarang.