POLITIK HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG STATUS ANAK LUAR KAWIN DALAM PUTUSANNYA NOMOR 46/PUU-VIII/2010
Abstract
Syariah Islam membedakan hak bagi anak yang sah dan anak yang tidak sah, anak asli dan anak angkat. Ketentuan ketentuan tersebut merupakan prinsip agama Islam. Oleh karena itu munculnya pendapat yang menyamakan kedudukan anak yang lahir dari perkawinan yang sah dan anak yang lahir bukan dari perkawinan terutama dengan terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 46/PUU-VIII/2010 dapat menggoncangkan kehidupan masyarakat muslim. Salah satu putusan yang berkaitan dengan kewenangan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar yang diadili oleh Mahkamah konstitusi adalah pengajuan yudicial review atas ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, oleh Machica Mochtar yang menikah di bawah tangan dengan Drs Moerdiono, yang memohon agar masalah pencatatan perkawinan dan status keperdataan anak luar kawin dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum dengan segala akibatnya. Kebijakan atau politik hukum Mahkamah Konstitusi tentang status anak di luar nikah dalam putusannya Nomor 46/PUU-VIII/2010 sangat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Hukum harus memberi perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan hak hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan meskipun keabsahan perkawinannya masih dipersengketakan.