The Commodification of Islam in the Market Economy: Urban Muslim Studies in Banten
Abstract
Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menjelaskan hubungan timbal balik atau koeksistensi antara komodifikasi Islam dan ekonomi pasar pada masyarakat Muslim Banten di Kota Serang dan Kota Cilegon. Penelitian antropologi politik ini menggunakan metode etnografi dengan fokus pada studi kasus lapangan (fieldwork case study) di Kota Serang dan Kota Cilegon, Provinsi Banten. Fokusnya adalah aktivitas-aktivitas masyarakat Muslim Banten dan bentuk-bentuk keagamaan yang menjadi komoditas pasar di organisasi atau perkumpulan Muslim baik yang eksklusif maupun non-eksklusif dan juga pengajian di perkotaan. Argumen tulisan ini adalah bahwa upaya kelompok Muslim kelas menengah perkotaan di Indonesia untuk mempertahankan dan melestarikan identitas Islam yang “sesungguhnya” dengan kembali ke Alquran dan Sunnah telah terakumulasi dalam kekuatan yang menghadirkan tantangan bagi negara dalam politik nasional dan lokal, terutama dalam pemilihan umum, pembangunan ekonomi dan masyarakat, dan urusan keagamaan. Sebagai daerah yang dipengaruhi oleh Kesultanan Banten di masa lalu, Kota Serang dan Kota Cilegon secara umum dikenal sebagai wilayah agama tradisional. Namun, kedatangan kelompok Muslim kelas menengah perkotaan baru yang kebanyakan bermigrasi dari kota-kota yang lebih besar dan lebih maju, serta munculnya generasi-generasi baru kaum Muslim di Kota Serang dan Kota Cilegon dan kota-kota sekitarnya lainnya yang tinggal di perkotaan, telah secara signifikan mengubah lanskap ekspresi budaya dan agama dan tradisi Islam di Kota Serang dan Kota Cilegon. Organisasi-organisasi keagamaan dan pengajian-pengajian di kompleks perumahan telah menjadi tempat yang signifikan untuk mendiskusikan, mempraktikkan, dan menyebarkan kombinasi budaya pop dan Islam “sesungguhnya” oleh kelas menengah Muslim yang kebanyakan tidak memiliki latar belakang pendidikan Islam dan yang relatif baru dengan ide-ide ajaran Islam. Pembuatan otoritas keagamaan secara terus-menerus melibatkan interaksi yang rumit antara dua sisi: ekspresi lokal Islam dan pemahaman dan praktik-praktik Islam asing. Akibatnya, telah terjadi fragmentasi umat, suatu kondisi yang diperburuk oleh polarisasi politik yang merajalela sejak pemilihan presiden 2014.