Pernikahan Pada Waktu Ihram Menurut Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah
Abstract
Abstract: Marriage is not just a meeting between two beings process alone. However, marriage is a big gate which is the mouth of the meeting between the two families, two tribes, cultures, and it could be two states. Getting married is human nature to channel instincts of love of the opposite sex, and therefore Islam makes marriage a legitimate way for humans to maintain the existence of the regeneration and survival of offspring. However, there are concerns about the law of marriage at the time of Ihram, particularly in view of Imam Shafi'i and the imam of Abu Hanifa. Keywords: Marriage, Imam Shafi, Imam Abu Hanifah Abstrak: Pernikahan tidak hanya sebuah proses pertemuan antara dua insan semata. Akan tetapi, lebih dari itu pernikahan merupakan sebuah gerbang besar yang merupakan muara pertemuan diantara dua keluarga, dua suku bangsa, budaya dan bisa jadi dua negara. Menikah adalah fitrah manusia untuk menyalurkan naluri kecintaan terhadap lawan jenis, maka dari itu Islam menjadikan pernikahan sebuah jalan yang sah bagi manusia untuk menjaga eksistensi regenerasi dan kelangsungan keturunannya. Akan tetapi ada permasalahan tentang hukum pernikahan pada waktu ihram, khususnya dalam pandangan imam syafi’i dan imam Abu Hanifah. Kata Kunci: Pernikahan, Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah