Perbuatan dan Pertanggungjawaban Hukum dalam Bingkai Ushul Fikih
Abstract
Ushul fikih merupakan suatu disiplin ilmu mengenai kerangka metode pencarian hukum Islam. Sebagai sebubah metode, ia berhadapan dengan realitas sosial tampil sebagai kerangka sosial atas fenomena yang terjadi, kini dan nanti. Karena memang salah satu objek kajiannya terkait dengan aktifitas dan rutinitas manusia, baik yang berhubungan dengan “Sang Hakim” ataupun antar sesama “Mahkum”.Al-Qur’an sebagai kitab pedoman utama hukum Islam, oleh pakar teori hukum Islam (ushuliyyun), merupakan representasi Sang Hakim dalam “memutus” problematika sosial yang sudah seharusnya tidak berjarak dengan kenyataan empiris. Oleh karena itu, ushuliyyun dalam memperlakukan kaidah dan metode analisis hukum Islam bersifat value-loaded (penuh nilai) dan bukan value-free (bebas-nilai). Terlepas dari perdebatan mengenai kebenaran objektifitas atau subjektifitas, dalam ushul fiqh, “nilai-nilai tertentu” harus diterima apa adanya. Bahwa nilai itu tidak hanya merupakan ekspresi dari keinginan, kemauan, selera, atau pilihan individual an sich. Demikian pula, kondisi standar dan ideal bukan hanya sekedar refleksi harapan individual yang bersifat mutlak. Di sinilah, peran penting ushul fikih sebagai pengawal syari’at (baca; hukum Islam) yang pondasi-pondasinya oleh nabi Muhammad saw telah diperagakan limabelas abad silam. Inilah karakteristik logika hukum syari’at Islam yang berbeda dengan hukum lainnya.Namun, dalam perkembangannya saat ini, ushul fikih mengalami ketertinggalan oleh metodologi-metodologi hukum modern yang terus berkembang cepat dalam menjawab persoalan masyarakat dunia. Tulisan ini, penulis fokuskan pada kajian perbuatan dan pertanggungjawaban hukum yang oleh Ushuliyyun disebut dengan istilah mahkum fih dan mahkum ‘alaih. Dalam hal ini, Siapa mukhatab yang dimaksud oleh Syari’ (Allah swt)? Apa pula bentuk pertanggungjawabannya? Untuk menghampiri “kehendakNya” perlu pengetahuan yang komprehensip, salah satunya melalui studi Ushul Fikih.