Komunikasi Kultur Antar Umat Beragama dalam Perspektif Maqashid Syariah (Studi Lokal Pela Gandong)

Abstract

AbstrakArtikel ini bertujuan untuk menjelaskan keterkaitan antara kearifan lokal pela gandong dan komunikasi budaya, juga komunikasi budaya pela gandong berdasarkan perspektif maqasid syariah. Masalah dalam artikel ini dipelajari dengan menggunakan maqasid syariah sebagai dasar teori dalam mempelajari kearifan lokal pela gandong yang ada di Ambon. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pela gandong selain memiliki makna mengikat juga melahirkan pola komunikasi dari dua komunitas. Hal ini ditunjukkan dengan kualitas hubungan genetik antara warga yang berbeda dari masyarakat dengan panggilan, penamaan salam basudara (saudara). Sebagai komunikasi budaya, pela gandong lahir dari bawah, kearifan lokal pela gandong mengaitkan hubungan manusia yang berkarakter sebagai manusia juga dan tidak dibatasi oleh aturan dan batasan normatif tetapi sebagai kepatuhan dan kesadaran serta penghargaan pada leluhur. Semua pela gandong merupakan karya maksimal dari semua leluhur Ambon - Sewa Maluku dan terbentuk dari cara berpikir dan berperilaku masyarakat ketika mereka menanggapi masalah yang timbul di sekitar mereka. Selain itu, pela gandong cocok untuk maqasid syariah. Hal ini dapat dilihat bahwa sasaran hukum atau pernyataan hukum yang diturunkan oleh Allah adalah untuk kepentingan umat manusia. Dari akun itu, maqasid syariah dapat dikatakan sebagai manfaat "memberikan semua jenis manfaat atau menolak semua kemungkinan kerusakan". Hal ini sejalan dengan adanya kearifan lokal pela gandong yang diakui masyarakat Ambon dengan tujuan menciptakan perdamaian dalam lintas agama yang dilambangkan dengan persaudaraan (kakak dan adik). Dengan adanya pela gandong, toleransi dalam agama tampak pada kerja sama yang seimbang antara umat beragama dalam kegiatan sosial, ekonomi, pertahanan, keamanan, lingkungan, dll.