ETIKA TERHADAP PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF TAFSIR KLASIK DAN KONTEMPORER

Abstract

Selama ini, fenomena pengemis banyak dibahas dari sisi orang yang melakukan tindakan mengemis. Sangat jarang kajian tentang bagaimana seharusnya orang lain bersikap terhadap para pengemis tersebut. Dalam tulisan ini, bertujuan untuk mengidentifikasi tentang makna pengemis dalam perspektif al-Qur’an, dan ingin memahami bagaimana kedudukan pengemis dalam al-Qur’an, serta ingin mendeskripsikan etika orang lain terhadap pengemis dalam perspektif al-Qur’an. Tulisan ini menggunakan metode maudu’i, dengan metode analisis yang digunakan adalah metode muqarrin, dalam hal ini membandingkan ayat dengan ayat, ayat dengan hadits dan pendapat para mufassir dalam menafsirkan ayat. Kesimpulan tulisan ini sebagai berikut: Pertama, pengemis dalam al-Qur’an dinamakan as-Sail. Kata as-Sail di dalam al-Qur’an, bukan hanya memiliki makna meminta harta, namun juga peminta ilmu pengetahuan. Kedua, peminta (pengemis) di dalam al-Qur’an memiliki hak untuk mendapat zakat dan hal selain zakat, seperti sedekah. Sedangkan untuk peminta ilmu pengetahuan dan ilmu agama, ada beberapa ahli tafsir yang menghukumi fardhu kifayah untuk memenuhi permintaan tersebut. Ketiga, etika terhadap pengemis, tidak boleh membentaknya (tanhar). Kata tanhar ini di al-Qur’an juga terdapat pada larangan membentak orang tua. Beberapa mufassir, menafsirkan kata tanhar terhadap pengemis ini, tidak boleh menghardik, atau ada juga yang menjelaskan agar menyakiti perasaan pengemis.