PENAFSIRAN SURAT AL-DHUHA MENURUT AL-BAIDHAWI DAN BINTU AL-SYATHI’
Abstract
The Alquran is a guide for every human being, to understand the meaning contained herein it takes a science that is the interpreter science. There are different interpretations because of the methods, features and shapes used by a mufassir, and because the other is the period in which a mufasir lives, or other names are classical and contemporary periods, a period is a factor in the difference of interpretations, because of the many contemporary problems or the absence of ancient evidence. The method that researchers use is a descriptive analytical method of collecting existing data sources and then being properly analyzed, whereas the data source that researchers refer to are the interpretive books themselves, here researchers use interpresir Anwaru al-Tanzil wa Asraru al-Ta’wil as the classic interpretive reference, to the interpretation of contemporary researchers refer to Tafsir al-Bayani li al-Qur`an al-Karim treatise for Bintu al-Syathi. One example that became a difference in interpretation was lafadz taqhar surah al-Dhuha serves 9, Baidhawi interpret by the reach that you possess his possessions is because of his weaknesses, whereas Bintu al-Syathi interprets not arbitrary not to give property to them, but there is a treatment that offends them like harsh words, a cynical stare which the deed is committed without any deliberate measure.Abstrak: Al-Qur`an merupakan pedoman bagi setiap manusia. Untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya, maka dibutuhkan sebuah ilmu yaitu ilmu tafsir. Adanya perbedaan penafsiran disebabkan karena metode, corak dan bentuk yang dipakai oleh seorang mufasir. Sebab lainnya adalah masa di mana seorang mufasir hidup, atau sebutan lainnya adalah periode klasik dan periode kontemporer. Masa menjadi salah satu faktor terjadi perbedaan penafsiran, karena banyaknya permasalahan di zaman kontemporer ini atau hal-hal lain yang tidak didapati di zaman terdahulu. Seperti yang terlihat dalam tulisan ini, yaitu perbedaan penafsiran pada surat al-Dhuha. Metode yang peneliti gunakan adalah analitis deskriptif yaitu mengumpulkan sumber-sumber data yang ada, lalu dianalisa secara tepat. Sumber data yang menjadi rujukan adalah kitab-kitab tafsir, khususnya Tafsir Anwaru al-Tanzil wa Asraru al-Ta’wil sebagai rujukan tafsir klasik. Untuk tafsir kontemporer merujuk kepada Tafsir al-Bayani li al-Qur`an al-Karim karya Bintu al-Syathi’. Salah satu contoh yang menjadi perbedaan penafsiran pada surat al-Dhuha (93): 9 adalah pada lafal taqhar. Al-Baidhawi menafsirkan dengan “janganlah kamu menguasai hartanya dikarenakan kelemahannya”, sedangkan Bintu al-Syathi’ menafsirkan bukan kesewenang-wenang tidak memberikan harta terhadap mereka, tetapi ada perlakuan yang menyakiti hati seperti perkataan yang kasar, tatapan sinis yang mana perbuatan tersebut dilakukan tanpa unsur kesengajaan.